Askep Selama Persalinan dan Melahirkan


ASUHAN KEPERAWATAN

SELAMA PERSALINAN DAN MELAHIRKAN

Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pelepasan dan pengeluaran placenta dan selaput janin dari tubuh ibu.

1. TAHAP PERTAMA PERSALINAN

Proses persalinan dimulai dengan kontraksi uterus yang teratur dan di akhiri dengan dilatasi serviks lengkap. Perawatan dimulai ketika wanita melaporkan hal-hal berikut :

– awitan kontraksi uterus yang progresif, teratur, yang meningkat kekuatan, frekuensi dan durasi.

– Rabas vagina yang mengandung darah ( bloddy show )

– Rabas cairan dari vagina ( selaput ketuban pecah spontan )

1. PENGKAJIAN

Pengkajian dimulai saat pertamakali kontak dengan klien. Pertama yang dikaji apakah wanita tersebut sudah mengalami persalinan sejati dan harus masuk ke rumah sakit.

Perbedaan persalinan sejati dan persalinan palsu

Persalinan sejati

kontraksi

  • Berlangsung teratur, semakin kuat, lama dan semakin sering
  • Intensitas meningkat saat ibu berjalan
  • Dirasakan di punggung bawah, menjalar ke bagian bawah abdomen
  • Terus berlangsung meskipun berbagai cara dilakukan untuk membuat wanita nyaman

serviks

  • Menunjukkan perubahan yang progresif ( melunak, menipis dan dilatasi di tandai dengan pengeluaran darah yang banyak )
  • Semakin bergerak ke posisi anterior, tidak dapat ditentukan tanpa pemeriksaan dalam

janin

  • Bagian presentasi biasanya telah masuk ke dalam panggul sering disebut janin “ jatuh “ ( lightening ). ini membuat wanita lebih mudah bernapas dan pada saat yang sama, kandung kemih tertekan akibat tekanan ke bawah oleh bagian presentasi

Persalinan palsu

kontraksi

  • Berlangsung tidak teratur atau menjadi teratur hanya untuk sementara
  • Dirasakan pada bagian belakang atau pada abdomen diatas pusat
  • Sering kali berhenti saat ibu berjalan atau mengubah posisi
  • Seringkali dapat dihentikan jika dilakukan tindakan untuk membuat wanita menjadi nyaman

serviks

  • Mungkin lunak, tapi tidak ada perubahan signifikan dalam penipisan atau dilatasi atau tidak ada bukti bloddy show
  • Sering berada pada posisi posterior, tidak dapat diketahui tanpa pemeriksaan dalam

janin

  • Bagian presentasi biasanya belum masuk kedalam panggul.

Pengkajian merupakan prioritas utama. Perawat akan mengkaji system secara rinci melalui wawancara, pengkajian fisik, dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan status persalinan wanita.

  • Formulir penerimaan

Dapat memberi perawat arahan untuk memperoleh informasi penting dari seorang wanita yang akan melahirkan. Sumber informasi tambahan dapat diperoleh dari :

1. Catatan prenatal

Perawat yang bertugas di bagian penerimaan meninjau kembali catatan prenatal untuk mengidentifikasi kebutuhan dan resiko individual wanita itu. Apabila wanita itu tidak menjalani perawatan prenatal, gali alasan yang mendasari hal tersebut. Apabila wanita itu merasa tidak nyaman, perawat sebaiknya mengajukan pertanyaan di antara kontraksi, ketika wanita itu dapat berkonsentrasi dengan lebih baik.

Apabila ini bukan persalinan dan pengalaman melahirkan pertama, penting bagi wanita itu untuk mencatat karakteristik pengalaman sebelumnya.

2. Wawancara

Keluhan atau alasan utama wanita datang ke rumah sakit di tentukan dalam wawancara. Keluhan utama dapat berupa”kantong airnya” pecah dengan atau tanpa kontraksi.

Wanita di minta untuk mengingat kembali peristiwa pada hari-hari sebelumnya. Ia diperiksa untuk melihat tanda –tanda prodromal persalinan dan awal terjadinya kontraksi yang teratur. Ia diminta untuk menjelaskan hal-hal berikut :

– Frekuensi dan lama kontraksi

– Lokasi dan karakteristik rasa tidak nyaman akibat kontraksi (mis., sakit pinggang, rasa tidak enak pada suprapubis)

– Menetapnya kontraksi meskipun terjadi perubahan posisi saat ibu berjalan atau berbaring

– Keberadaan dan karakter rabas atau show dari vagina

– Status membran amnion, misalnya rembesan cairan apabila diduga cairan amnion telah keluar, tanyakan tanggal dan jam pertama kali cairan keluar, tanyakan juga warna cairan. Seringkali pemeriksaan dengan speculum steril dan tes nitrazin ( PH ) atau tes pakis ( fern test ) dapat memastikan membrane telah pecah atau belum.

Bloddy show dibedakan dari pendarahan karena show berwarna merah muda dan terasa lengket karena berlendir. Mula-mula show yang keluar sedikit, lama kelamaan bertambah banyak seiring penipisan dan dilatasi serviks.

Untuk mengetahui status pernapasan wanita perawat menanyakan apakah wanita menderita “ pilek “ atau gejala-gejala yang berkaitan dengan pernapasan, “ hidung tersumbat “ sakit tenggorok atau batuk. Kaji kembali adanya alergi terhadap obat yang diberikan secara rutin seperti meperidin ( Demerol ) atau lidokain ( Xylocaine ). Respon alergi dapat menyebabkan pembengkakan selaput lender pada system pernapasan. Muntah dapat menyebabkan komplikasi pada suatu persalinan normal.

Perawat juga perlu menyiapkan wanita untuk menghadapi kemungkinan perubahan rencana . permintaan pada rencana persalinan dapat berupa memilih orang yang akan menemaninya pada saat bersalin, mengenakan pakaian sendiri, membawa bantal, mendengar musik, membuat video persalinan dan melahirkan, memilih metode pereda nyari, posisi melahirkan, membiarkan ayah memotong tali pusat, dan segera menyusui bayi setelah melahirkan ( Myles, 1989 ).

3. Factor-faktor psikososial

Ø Interaksi verbal

Apakah wanita bertanya, meminta apa yang diperlukan, berbicara pada orang-orang yang mendukungnya, berbicara dengan bebasatau hanya berespon saja.

Ø Bahasa tubuh

Apakah tampak santai, tingkat kecemasan, pendukungnya,posisinya kaku atau berbaring, keletihannya dan banyak istirahat yang dilakukannya, dimana pasangannya duduk,

Ø Kemampuan persepsi

Apakah ia memahami apa yang perawat katakana ?hambatan dalam bahasa?dapatkah ia mengulang kembali apa yang disampaikan?dsb.

Ø Tingkat ketidaknyamanan

Sejauh mana wanita itu mengekspresikan apa yang dialami?reaksinya terhadap kontraksi, tanda-tanda non verbal dari nyeri yang dialami.

§ Stres dalam persalinan

Tanggungjawab perawat terhadap wanita yang sedang bersalin adalah menjawab pertanyaan atau berupa mencari jawaban untuknya, memberi dukungan , merawat klien bersama dengan orang yang diinginkan wanita itu menjadi penasihatnya.

4. Faktor budaya

Adalah penting untuk mengetahui latar belakang etnik/ budaya wanita untuk mengantisipasi intervensi perawatan yang mungkin perlu ditambahkan atau duhilangkan dalam rencana perawatan individu.

§ Wanita yang tidak berbahasa Indonesia dalam persalinan

Tingkat kecemasan wanita selama bersalin akan meningkat jika ia tidak memahami apa yang terjadi pada dirinya atau yang disampaikan kepadanya. Ini dapat dan sering terjadi pada wanita yang tidak berbahasa Indonesia ( Bentz, 1980 ). Hal ini menimbulkan stress pada tingkat tertentu. Masalah pada wanita yang tidak berbahasa Indonesia ini akan semakin berat karena mereka seringkali merasa sangat bingung untuk mengatasi keadaan mereka. Kadang-kadang mereka membawa pendukung yang berkomunikasi dalam berbahasa Inggris bersama mereka.

§ Kapan mulai dirawat

Kontraksi yang terasa kuat dan teratur tetapi bukan merupakan kontraksi persalinan sejati karena tidak menyebabkan dilatasi serviks.akan tetapi, jika wanita itu tinggal jauh dari rumah sakit, ia dapat masuk ke rumah sakit pada awal persalinan.

5. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan awal menentukan waktu dimulainya persalinan sejati. Hasil pemeriksaan merupakan dasar pengkajian kemajuan persalinan, pengetahuan tentang kehamilan, pemeriksaan awal yang cermat, dan pengamatan kemajuan kehamilan merupakan hal-hal yang penting selama proses persalinan.

Contoh pengkajian minimal pasien bereiko rendah pada tahap pertama persalinan

Pengkajian frekuensi

Tekanan darah setiap 1 jam

Denyut nadi setiap 1 jam

Suhu setiap 4 jam, setiap 2 jam ketika

ketuban pecah

aktivitas rahim setiap 1 jam sampai aktif

setiap 30 menit jika aktif

masukan dan haluaran setiap 8 jam, dipstick urine untuk

protein, keton setiap berkemih

distensi kandung kemih setiap 1 jam

show setiap 1 jam

denyut jantung janin setiap jam pada tahap laten,setiap

30 menit pada tahap aktif,jika

ketuban pecah

periksa dalam jika diperlukan untukmengetahui

kemajuan persalinan

1. untuk memastikan perubahan saat gejala muncul ( mis, kekuatan, durasi, peningkatan jumlah show, ketuban pecah, wanita merasakan tekanan pada rectum

2. untuk menentukan apakah dilatasi danpenurunan kepala telah cukup supaya klien dapat diberi analgesi atau anastesi

3. untukmengkaji kembali kemajuan jika persalinan berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan

4. untuk menetukan stasiun bagian presentasi

6. Pengkajian system umum

Pengkajian system secara singkat perlu dilakukan oleh perawat, termasuk pemeriksaan jantung,paru-paru, dan kulit. Adanya edema di tungkai, di muka, di tangan dan refleks tendon dalam.

6.1. Perasat leopold (palpasi abdomen)

Setelah berada di tempat tidur, perawat memintanya untuk bernaring telentang sebentar sehingga perawat dapat melakukan perasat leopold (prosedur 21-1). Perasat ini memberi petunjuk mengenai (1) jumlah janian, (2) bagian presentasi, letak dan sikap janin, (3) seberapa jauh penurunan janian kedalam panggul, dan (4) lokasi pmi dan ddj pada abdomen wanita.

6.2 Auskultasi denyut jantung janin

Penting bagi wanita untuk mengerti kaitan lokasi pmi djj dengan presentesi, letak dan posisi janin. Pengkajian resiko tinggi komplikasi persalinan dapat didiagnosis berdasarkan variasi factor-faktor ini. Pmi djj adalah tempat abdomen ibu, dimana djj paling keras terdengar. Tempat ini biasanya dipunggung janin. PMI juga membantu penentuan posisi janin. Pada presentasi verteks, djj terdengar dibawah umbilicus ibu, baik paa kuadran bawah kiri atau kanan abdomen. Pada presentasi sunsang, djj terdengar di atas umbilicus ibu. Dengan turunnya janin dan terjadinya rotasi dalam, djj terdengar pada tempat yang lebih rendah dan lebih dekat ke garis tengah abdomen ibu.

6.3 Pengkajian kontaksi uterus

Karakteristik umum persalinan yang efektif adalah aktifitas uterus yang teratur. Aktivitas uterus tidak langsung berkaiatan dengan kemajuan persalinan. Ada beberapa metode yang dipakai untuk mengkaji kontraksi uterus. Metode-metode itu adalah gambaran subjektif wanita, palpasi dan pencatatan waktu oleh klinis dan peralatan minitor elektronik.

Setiap kontraksi menunjukkan pola seperti gelombang. Kotraksi dimulai dengan peningkatan perlahan-lahan (“peningkatan” kontraksi dari sebelumnya), secara bertahap mencapai puncak (tertinggi), dan kemudian menurun dengan lebih cepat (penurunan, “menurunya” kontraksi). Kemudian diikuti interval periode istirahat (tekanan intrateurin 8 sampai 15 mmhg), yang meningkatkan kembali saat kontraksi sebelumnya dimulai.

Karakteristik berikut menjelaskan kontraksi uterus :

Frekuensi seberapa sering kontraksi uterus terjadi; periode waktu antara awal sesuatu

Kontrasi berikutnya atau dari puncak ke puncak.

Intensitas kekuatan kontraksi yang paliang besar.

Durasi periode waktu antara awal dan akhir sesuatu kontraksi

Tonus istirahat ketegangan otot iterus diantara kontraksi

Cara yang paling sering dugunakan untuk mengukur kontraksi uterus adalah palpasi atau pemantauan aktifitas listrik eksternal dan internal. Apabila seorang wanita masuk kedalam rumah sakit, biasanya dilakukan pementauan dasar untuk mengkaji kontraksi uterus dan djj selama 20-30 menit.

Frekuensi dan durasi kontaksi dapat ditentukan dengan menggunakan ketiga metode di atas dalam memantau aktifitas uterus. Palpasi adalah metode yang kurang akurat dalam menentukan intensitas kontraksi uterus. Istilah-istilah berikut dipakai untuk menggambarkan hal yang dirasakan selama palpasi :

Lemah fundus sedikit tegang dan mudah membentuk lekukan jika ditekan dengan ujung-ujung jari.

Moderat fundus keras dan sulit membentuk lekukan jika ditekan dengan ujung-ujung jari.

Kuat fundus kaku, seperti karton dan hampit tidak mumngkin membentuk lekukan jika ditekan dengan ujung-ujung jari.

Pemantauan listrik ekternal memberi keterangan tentang kekuatan relative kontraksi. Pemantauan elektrolik internal adalah metode yang paliang dapat diandalkan dalam pengkajian kontraksi uterus.

Pembahsan tentang aktivitas uterus harus dikaitkan dengan efek aktifitas uterus itu pada penipisan dan dilatasi servik dan pada penurunan bagian presentasi. Efek pada janin juga harus diperhatikan. Kemajuan persalinan dapat dengan efektif dilihat dari grafik, dimana dilatasi servik dan stasiun (penurunan) digambarkan. Grafik ini membantu untuk secara dini menemukan penyimpangan pada pola persalinan normal. Akan tetapi, rumah sakit seringkali mempunyai grafik rancangan sendiri, yang dipakai untuk mencatat hasil pengkajian persalinan. Grafik ini menjelaskan dilatasi derfik dan penurunannya. Grafik lain mengkin mencatat tanda-tanda vital, denyut jantung janin, dan aktifitas uterus.

6.4 Periksa Dalam

Pemeriksaan dalam memberi keterangan apakah seseorang wanita sudah memasuki persalian sejati dan memungkinkan pemeriksa menentukan apak selaput ketuban telah pecah. Persalinan dimulai dengan pecahnya ketuban secar spontan (SROM) pada hampir 25% wanita hamil aterm. Ada selang waktu, jarang melebihi 24 jam, yang mendahului awal persalinan.

Pemeriksaan daral terdiri dari beberapa langkah berikut :

Perawat mempersiapkan alat-alat yang diperlukan, termasuk sarung tangan steril sekali pakai, larutan atau jeli cair anti septic, dan sumber sinar (lampu).

Perawat mempersiapkan wanita dengan menjelaskan prosedur dan menyelimutinya supaya terhindar dari udara dingin dan rasa malu. Wanita berada dalam posisi sedemikian rupa sehingga tidak terjadi sindrom hipotensi supinasi

Perawat mencuci tangan dan mengenakan sarung tanga steril sesuai teknik aseptic. Perawat menjelaskan kepada wanita bahwa ia akan merasakan jari telunjuk dan jari tengah perawat masuk kedalam vaginanya.

yang dikaji adalah hal-hal berikut

– dilatasi dan penipisan serviks

– bagian, posisi, stasiun presentasi, dan apakah presentasi janian adalah verteks, apakah terdapat molase kepala.

– Keadaan selaput utuh atau pecah

– Tinja dan rectum

6.4.5 wanita dibantu untuk mendapat posisi yang nyaman dan perawat melaporkan serta mencatat dat-data diatas.

7. Pemeriksaan Laboratorium dan Dignostik

Perawat dapat mengantisipasi kebutuhan akan memperoleh data menegnai kesehatan wanita. Prosedur ini mudah dilakukan dan dapat memberi keterangan tentang status hidrasi (berat jenis, warna , jumlah), status gizi (keton), atau komplikasi yang mungkin terjadi, misalnya hipertnsi akibat kehamilan (protein). Hasinya dapat cepat diperoleh dan akan membantu perawat dalam menentukan intervensi yang tepat.

7.1 Pemeriksaan Darah

Protocol pemeriksaan darah berbeda-beda di setiap rumah sakit dan tergantung pada riwayat kesehatan pasien. Contoh pemeriksaan minimal adalah pemeriksaan hematokrit, dimana specimen diproses dengan memakai sentrifus pada unit perinatal. Ini dapat dilakukan pada darah yang diambil dari ujung jari atau dari kateter yang dipakai pada jalur intravena. Pemeriksaan darah yang lengkap adalah pemeriksaan nilai hemoglobin dan hematokrit serta hitung jumlah sel lengkap.

Apabila golongan darah wanita belum itentukan, darah akan dimabil untuk penentuan golongan dan factor Rh. Apabila dilakukan pemeriksaan golongan darah, pemebri jasa kesehatan dapat memilih untuk mengulang pemeriksaan itu. Apabila terdapat tanda-tanda ketidakcocokan imuologis yang nyata, pemebri jasa kesehatan dapat meminta supaya dilakukan pemeriksaan darah diagnostic lain.

7.2 Reptur Ketuban

Selaput ketuban (kantong air) dapat pecah dengan spontan setiap saat selama persalinan. Perawat bertanggung jawab mementau DJJ selama beberapa menit segera setelah ketuban pecah (ROM), untuk menentukan kesejateraan janian dan mencatat hasil pengkajian. Pengkajian untuk menilai KP dibahas dalam prosedur 12-2. Ketuban pecah artificial (AROM) kadang-kadang dilakukan untuk membantu atau menginduksi persalinan atau untuk menempatkan monitor internal karena keadaan janin sulit diperhatikan melalui tindakan eksternal. Penilaian cairan amnion mencangkup tindakan-tindakan rutin berikut.

7.3. Cairan Amnion

Warna. Cairan amnion dalam kondisi normal pucat dan berwrna seperti jerami dan dapat mengndung serpihan verniks kaseosa. Apabila cairan amnion berwarna coklat kehijauan, janin biasanya mengalami episode hipoksia yang menyebabkan relaksasi sfingter ani dan keluartnya produk sampingan pencernaan janin di dalam uterus, yang disebut mekonium. Cairan amnion yang berwarna kekuningan menunjukkan hipoksia lebih sebelum ketuban pecah, penyakit hemolisis janian (inkompatibilitas Rh atau ABO), atau infeksi intrateurin. Cairan amnion yang bercampur mekonium dapat merupakan hal yang normal pada presentasi sunsang akibat tekanan pada rectum selama proses penurunan. Cairan amnion yang berwarna anggur minuman (kemerahan) dapat menunjukkan plasenta lepas dini (abrupsio). Cairan amnion yang bercampur mekonium diperkirakan merupakan penemuan yang buruk, tidak selalu berkaiatan dengan hipoksia janian dan harus dipandang dalam konteks klinis persalinan secara keseluruhan.

Karakter

Jumlah

Infeksi

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan hambatan bahasa asing

– Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur pemeriksaan fisik

– Resiko tinggi cidera berhubungan dengan tidak dilakukannya pemeriksaan darah dan urine urinatal

– nyeri yang berhubungan dengan kontraksi kuat

– Defisit volume cairan berhubungan dengan kurangnya masukan cairan

– Gangguan mobilitas fisik b/d status selaput ketuban

– Gangguan pertukaran gas b.d posisi maternal dan hiperventilasi

– distress spiritual b/d ketidakmampuan mencapai hal yang diharapkan

Perawatan fisik selama proses persalinan

Ambulasi dan pengaturan posisi

Ambulasi sedapat mungkin dianjurkan jika selaput ketuban masih utuh, jika bagian presentasi janian telah masuk panggul (engaged) setelah ketuban rupture, dan jika wanita belum mendapat obat pereda nyeri. Duduk atau berdiri selama awal persalinan terbukti lebih nyaman daripada berbaring (Melzack, Belanger, Lacroix, 1991).

Tempat tidur, wanita dianjurkan mengambil posisi baring miring untuk membantu aliran uteroplasental dan aliran darah ginjal optimal. Apabila wanita ingin berbaring telentang, perawat dapat menempatkan bantal di bawah satu sisinya untuk mencapai hasil yang sama. Apabila janin berada dalam posisi oksiput-posterior, sebaiknya anjurkan wanita berjongkok ayau mengambil posisi tangan dan lutut selama kontraksi. Posisi ini menambah diameter panggul, memungkinkan rotasi dari kepala janin kea rah anterior.

Perawatan fisik selama persalinan

KEBUTUHAN TINDAKAN PERAWATAN RASIONAL
HIGIENE UMUM

Mandi/mengelap badan

Vulva

Hygiene oral

Rambut

Cuci tangan

Muka

Pakaian

Kaji kemajuan persalinan

Awasi wanita dengan seksama sewaktu mandi, jika sudah

memasuki persalinan sejati.

Anjurkan mandi air hangat untuk meredakan nyeri pinggang.

Persiapkan, jika diinstruksikan

Tawarkan sikat gigi, bekumur, atau mencuci gigi dengan lap yang dibasahi air es, jika diperlukan

Sisir atau sikat sesuai dengan keinginan wanita

Tawarkan lap sebelum dan sesudah buang air kecil dan jika diperlukan

Tawarkan lap dingin

Ganti, jika perlu; tepuk-tepuk bantal

Tentukan apakah aktivitas tersebut tepat untuk dilakukan

Mencegah cidera akibat terjatuh; persalinan dapat menjadi lebih cepat

Membantu relaksasi; menambah rasa nyaman

Memfasilitasi episiotomy dan penjahitannya, tetapi dapat menambah resiko infeksi

Menyegarkan mulut; menmbah kepercayaan diri; membantu mengatasi rasa kering dan haus

Menanbah percaya diri

Menjaga kebersihan; menembah kepercayaan diri dan rasa nyaman

Menambah kepercayaan diri; mengelap keringat

Menambah kepercayaan diri dan rasa nyaman; kemungkinan melalui efek hawthore

MASUKANCAIRAN

Oral

IV

Puasa

Sesuai perintah pemberi jasa kesehatan, tawarkan cairan jernih, sedikit es bau, permen keras atau lollipop

Memberi dan mempertahankan IV sesuai program

Beri tahu keluarga program puasa dan rasionalnya

Lakukan perawatan mulut

Memenuhi standar perawatan; menjaga hidrasi; mencukupi kebutuhan kalori; diserap dengan cepat dan jarang dimuntahkan;memberi pengalaman emosi yang positif

Mempertahnkan hidrasi; menyediakan akses untuk memasukkan obat kedalam vena

Merupakan tindakan kewaspadaan jika anesthesia kemungkinan diperlukan; mencegah muntah da gejala sisa yang mungkin timbul

Menambah rasa nyaman

ELIMINASI

Berkemih

Ambulasi

Tirah baring

Kateterisasi

Eliminasi fekal

Anjurkan berkemih sekurang-kurangnya setiap dua jam

Ijinkan klien berjalan kekamar mandi sesuai program doker, jika: bagian presentasi tlah masuk kedalam panggul ketubahn belum pecah

Wanita tidak sedang menggunakan obat

Tawarkan bedpan

Buka kran air; tuang air hangat diatas vulva; dan beri sugesti positsif

Sediakan tempat tertutup

Naikkan kerangka pengaman tempat tidur

Letakkan tali bel panggil ditempat yang mudah dijangkau

Tawarkan lap basah untuk tangan

Bersihkan daerah vulva

Kateterisasi sesuai program pemberi jasa kesehatan atau protocol rumah sakit

Masukan kateter diantara kontraksi

Jangan memeksakan insersi kateter jika ada hambatan

Apabila letak bagian persentasi rendah, masukkan dua jari tangan yang bebas kedalam vagina untuk mendorong bagian presentasi keatas sementara tangan yang lain memasukan kateter

Setelah di periksa dengan teliti, biarkan wanitaberjalan sendiri kekamar mandi atau tawarkan bed pan

Kandung kemih yang penuh menghambat penurunan bagian presensi; distensi berlebihan menyebabkan kandung kemih atoni, cedera, dan sulit berkemih pasca partum

Mendorong proses berkemih yang normal

Tindakan pencegahan terhadap prolaps tali pusat

Tindakan pencegahan tehadap cedera

Mencegah bahaya distensi kandung kemih dan ambulasi

Mendorong klien untuk berkemih

Menunjukkan rasa hormat kepada wanita itu

Mencegah cedera akibat jatuh

Mempertahankan kebersihan dan kenyamanan

Mempertahankan standar perawatan

Mencegah bahaya distensi kandung kemih

Minimalkan rasa tidak nyaman

“Hambatan” dapat disebabkan penekanan uretra oleh bagian presentasi

Meminimalkan kemungkinana cedera dan infeksi pada uretra

Menghindari salah persepsi tekanan rectum oleh begian presentasi sebagai kebutuhan untuk buang air besar.

Rencana perawatan pasien dengan menggunakan protocol dan standar keperawatan

RENCANA PERAWATAN PASIEN UNTUK BERSALIN

STANDAR HASIL AKHIR

  1. pasien mwnunjukkan kemajuan persalinan normal sementara janin mentoleransi proses persalinan tanpa memeperlihatkan tanda-tanda yang mengkhawatirkan.tanggal dicapai………………
  2. pasien akan berparsitipasi dalam pengambilan keputusan tentang perawatannya sesuai yang diinginkan. Tanggal dicapai……………….
  3. pasien dan pasanganya akan mengungkapkan pengetahuan mereka tentang proses persalinan dan harapan tentang pengalaman melahirkan . tanggal dicapai…………

DIMULAI

MASALAH

INTERVENSI KEPERAWATAN

DIHENTKAN

Tanggal/perawat Perubahan dalan pertukaran gas maternal/janin

Resiko yang berhubungan dengan kemajuan persalinan:

  • perubahan pola eliminasi urine
  • trauma jaringan berhubungan dengan persalinan

Ansietas yang berhubunga dengan status ibu/janin

Deficit pengetahuan tentang persalinan / prosedur

Nyeri akibat persalinan

Lakukan pemantauan janin protocol atau instruksi pemberi jasa kesehatan

Beri perawatan sesuai dengan petunjuk prosedur rumah sakit

Lakukan perawatan persalinan sesuai protocol

Beri tau masalah kepada pemberi jasa kesehatan

Beri perawatan persalinan pervaginam sesuai prosedur rumah sakit

Beri perawatan segera untuk bayi baru lahir sesuai petunjuk prosedur rumah sakit

Lakukan perawatan untuk kala persalinan sesuai protocol

Dorong pasien dan pasanganya untuk mengungkapkan kekhawatiranya

Tetap beri tahu pasangan kemajuan persalinan

Libatkan pasien dengan pengambilan keputusan perawatanya

Jelaskan prosedur dalam istilah yang dapat dimengerti pasien

Tingkatkan penggunaan teknik relaksasi lakukan tindakan yang membantu meredakan nyeri

Tawarkan obat pereda nyeri sesuai instruksi

Evaluasi respon terhadap tindakan meredakan nyeri

Tanggal/perawat

Itervensi kedaruratan

prolaps tali pusat

Prolaps tali pusat terletak dibawah bagian persentasi janin. Prolaps tali puast dapat bersifat okulta (tersambunya dan tidak terlihat ) selama persalinan, baik selaput ketuban pecah maupun belum. Prolaps sempurna paling sering secara langsung setelah ketuban pecah, ketika gay ate\arik bumi mendorong tali pusat kebagian depan dari bagian presentasi. Hal ini terjadi pada satu dari 400 kelahiran. Fakto-faktor yang mempengaruhi adalah tali pusat yang panjang (> 100 cm atau 40 inci ), malpresentasi ( sungsang ), letak lintang, atau bagian presentasi belum masuk panggul.

Faktor-faktor predisposisi lain prolaps tali pusat, yang terkait dengan bagian presentasi yang tinggi adalah multi para, disproporsi sevalopelvis, dan plasenta previa. Prolaps tali pusat sulit didiagnosis; tetapi seorang perawat atau pemberi jasa kesehatan yang waspada dapat membuat diagnosis pada pemeriksaan dalam setelah terjadi aliran cairan yang tiba-tiba. Pengenalan dini adalah penting karena hipoksia janin akibat kompresi tali pusat yang berkepanjangn ( tersumbatnya aliran darah ked an dari janin lebih deari 5 menit ) biasanya mengakibatkan kerusakan system saraf pusat (SSP) atau kematian janin.

KEDARURATAN

Intervensi untuk kondisi kedaruratan

TANDA-TANDA INTERVENSI
Denyut jantung janin yang mengkhawatirkan

Bradikardi janin ( DJJ <>2 menit)

Takikardi janin ( jika aterm, DJJ adalah > 160 denyut/menit selam > 2menit)

DJJ tidak regular, ritme sinus abnormal pada monitor intenal Variabilitas DJJ terus menurun

DJJ tidak ada

Beri tahu pemberi jasa kesehatan

Ubah posisi ibu ke posisi baring miring tambah cairan IV, jika diinfus mulai berikan IV jika tidak diinfus

Beri oksigen 10 sampai 12L/menit dengan masker muka yang ketat

Relaksasi uterus tidak adekuat

Tekanan intra uterin > 75 mmHg (oleh IUPC)

Kontraksi terus menerus selama > 90 detik

Interval kontraksi <>

Beri tahu pemberi jasa kesehatan

Hentikan oksitosin ( pitocin ), jika diinfus

Minta wanita mengambil posisi miring

Tingkatkan kecepatan infuse cairan IV

Beri oksigen 10 sampai 12L/menit dengan menggunakan perlindungan muka yang dipasang ketat

Apa bila belum dipasang, IV, pasang invus IV sekarang

Palpasi dan evaluasi kontraksi

Beri tokolitik (terbutamin, ritrodrin ) sesuai program

Perdarahan perVaginam

Perdarahan vagina( merah terang, merah tua, atau jumlah melebihi darah yang diperkirakan keluar saat dilatasi serviks normal )

Perdarahan vagina terus mnerus disertai perubahan DJJ

Nyeri: mungkin ada, mungkin tidak

Beri tahu pemberi jasa kesehatan

Antisipasi persalinan secara darurat

Infeksi

Cairan amnion berbau tidak sedap

Temperature ibu >100,4 derajat fhreinheit (38 derjat celcius) meskipun hidrasi cukup ( urine berwarna jerami)

Takikardi janin >160 denyut/menit selama >2menit

Beri tahu pemberi jasa kesehatan

Lakukan upaya untuk menurunkan suhu wanita yang sedang melahirkan

Mulai hidrasi IV

Kirim specimen urin yang diperoleh mengunakan kateter kelaboratorium untuk diurinalisis dan sampel cairan amnion untuk di kukltur

Prolaps tali pusat

Braikardi janin disertai berbagai deselerasi selama kontraksi uterus

Wanita mengatakan bahwa ia merasa ada tali pusat setelah selaput ketuban pecah

Tali pusat terlihat atau terasa menonjol dari vagina

Minta bantuan

Segera beri tahu jasa kesehatan

Kenakan sarung tangan segera dan masukkan dua jari kedalam vagina sampai serviks. Dengan satu jari pada masing-masing sisi tali pusat atau kedua jari pada satu sisi, dorong keatas pada bagian presentais untuk meredakan tekanan pada tali pusat, sisipkan gulungan handuk pada paha kanan wanita.

Tempatkan wanita pada posisi trendelenbrug yang ekstrem atau posisi sim yang dimodifikasi atau posisi lutut-dada

Apa bila tali pusat menonjol dari vagina, bungkus dengan longgar dengan menggunakan handuk steril yang dibasahi normal salin steril.

Beri wanita oksigen dengan menggunakan masker 10 sampai 12L/menit sampai persalinan selesai.

Mulai beri cairan IV atau tingkatkan kecepatan infuse.

Terus pantau denyut jantung janin, jika memungkinkan, dengan menggunakan elektroda pada kulit kepala janin.

Jelaskan kepada wanita dan pendukungnya apa yang terjadi dan apa yang sedang dilakukan

Upaya dukungan

Perawatan untuk wanita bersalin dilakukan dengan

1. Membantu wanita berparsitipasi sejauh yang diinginkannya dalam melahirkan anaknya

2. Memenuhi harapan wanita tersebut akan hasil akhir persalinanya

3. Membatau wanita menghemat tenaga, dan

4. Membatu mengendalikan rasa nyerinya

perawat bertindak sebagai pengarah jika tidak ada pendukung atau sebagai asisten pengarah, jika ada yang mendukaunga klien. Perawat harus memiliki pengetahuan mendalam tentang teknik pernafasan dan relaksasi untuk membentu wanita dan pasanganya menghadapi persalinan. Perawat perlu melakukan tindakan-tindakan yang membantu memberikan rasa nyaman, seperti memberikan kompres hangat pada punggung bawah, lap dingin pada dahi, dan suhu kamar disesuaikan dengan kenyamanan wanita yang sedang melahirkan. Efek Hawthorne adalah “fenomena yang terjadi, jika seseorang, yang merasakan nyeri mulai merasa lebih nyaman saatperawat berbicara dengan lembut untuk melegakan hati, menepuk-nepuk bantal, dan berjanji untuk tetap dekat dengannya. Dukungan positif terutama dari seseorang yang berwenang, menambah kemampuan pasien dalam mengatasi stress”(Jimeenez, 1983).

Kamar bersalin harus terang dan berudara segar, tetapi lampu kepala yang terang perlu dimatikan, jika tiak diperlukan. Kamar harus cukup luas supaya dapat memuat kursi yang nyaman untuk pasangan wanita, peralatan monitor dan personil rumah sakit, pasangan dianjurkan membawa bantal tambahan untuk membatu menciptakan suasana seperti dirumah sendiri.

Ayah /Pasangan Selama Proses Persalinan

Peran ayah yang dianggap ideal ialah sebagai pemimpin persalinan. Ayah diharapkan untuk membantu wanita secara aktif dalam menghadapi persalinan. Ayah diharapkan untuk membantu wanita secara aktif dalam menghadapi persalinan,. Harapan ini mungkin tidak realistis untuk semua pria, karena sebagian pria jg khawatir akan kemampuan mereka sebagai pelatih (Berry, 1988). Chapman (1992) melaporkan sedikitnya ada tiga peran yang dilakukan persalinan dan melahirkan, yakni peran sebagai pelatih, teman satu tim, dan saksi.

  • · Sebagai pelatih

Ayah secara aktif membantu wanita selam dan sesudah kontraksi persalinan. Seorang pelatih menunjukkan keinginan yang kuat untuk mengendalikan diri mereka dan mengontrol persalinan. Wanita menunjukan keinginan yang kuat agar ayah terlibat secara fisik dalam persalinan.

  • · Sebagai teman satu tim

Ayah akan membatu wanita selam proses persalinan dan melahirkan dengan berespon terhadap permintan wanita akan dukungan fisik atau dukungan emosi atau keduanya. Teman satu tim biasanya mengambil peran sebagai pengikut atau pembantu dan menunggu wanit atau perawat memberi tahukan mereka apa yang dapat mereka lakukan.

  • · Sebagai saksi

Ayah bertindak sebagai teman dan memeberi dukungan emosional dan moral.

Perawat dapat mendukung ayah/pasangan dengan cara–cara berikut:

1. Tanpa memandang tingkat keterlibatan yang diinginkan, ajak ia berkeliling bangsal kebidanan, dan orientasikan apa yang ia dapat lakukan di sana ( tidur, menelpon ), toilet, kafetaria, ruangan tunggu, ruang bayi, waktu kunjungan, dan nama serta fungsi staf yang bersalin dan apa yang ia dapat lakukan disana ( mis, tidur, menelpon ).

2. Hormati keputusannya atau keputusan pasangannya tentang sejauh mana ia ingin terlibat, apakah ia ingin berpartisipasi secara aktif di dalam kamar bersalin atau hanya ingin diinformasikan. Apabila memunkinkan, berikan data agar ia atau mereka dapat membuat keputusan. Beri kekebasan untuk memilih dan jangan mereka dan bayi mereka.

3. Tunjukkan kepadanya kapan kehadiran akan membantu dan terus tekankan hal ini selam persalinan.

4. Tawarkan untuk mengajarkan cara-cara meredakan nyeri sejauh yang ingin diketahuinya. Ingatkan kembali bahwa ia tidak bertanggung jawab mengobservasi dan menangani persalinan pasanganya, tetapi tanggung jawabnya lebih sebagai pendukukng pasanganya seiring kemjuan persalinan.

5. Upayakn untuk cukup berkomunikasi denganya tentang kemajuan wanita dan apa yang ia (pria) butuhkan. Upayakan agar ia terus mengetahui prosedur itu, dan apa yang diharapkan darinya.

6. Persiapkan ayah untuk menghadapi perubahan – perubahan dalam perilaku wanita dan penampilan fisik.

7. Ingatkan ia untuk makan, tawarkan makanan ringan dan minuman, jika memungkinkan.

8. Biarkan ia rileks sesuai kebutuhanya.

9. Upayakan untuk memodifikasi atau menghilangkan stimulus yang tidak menyenangkan, seperi suara rebut, cahaya yang terlalu terang, dan suara percakapan.

Kebudayaan dan Parsitipasi Ayah

Banyak rumah sakit mendorong ayah untuk hadir selama persalinan dan melahirkan. Apabila ayah tidak dapat hadir, orang yang dekat denganya dapat hadir. Pada beberapa kebudayaan, ayah mungkin hadir, tetapi kehadirannya disisi pasanganya mungkin dianggap tidak pantas sehingga ia mungkin menolak untuk terliabat. Perilaku dapat disalah tafsirkan oleh staf perawat sebagai kurang peduli, kurang perhatian atau kurnag berminat. Lantican dan Corona ( 1992 ) menunjukkan pentingnya ikatan kasih antara wanita amerika-meksiko dan fillipina dan kerabat wanitanya dalam melakukan aktifitas mengasuh anak.hal ini juga terjadi pada kelompok budaya lain. Kehadiran wanita lain sanagt diharapkan dalam situasi ini. Pada semua kebudayaan, jika persalinan terjadi dirumah sakit, setidaknya satu wanita diharapkan hadir untuk membantu.

Dukungan Kakek-Nenek Selama Persalinan

Adalah penting mendukung kakek-nenek dan memperlakukan mereka dengan hormat, terutama dalam situasi dimana mereka menggatikan suami sebagai pemimpin persalinan. Merka mungkin memiliki cara untuk meredakan nyeri berdasarkan pengalaman mereka.

Hal lain yang juga merupakan keuntungan dari kehadiran kakek-nenek atau orang lain ialah mereka dapat menggantikan ayah/pemimpin. Mereka dapat meembantu wanita yang sedang bersalin berjalan-jalan, khususnya jika tiang infuse perlu didorong atau mambantu wanita saat ia harus melakukan dua hal secara bersamaan.

Perawat sedapat mungkin menawarkan dukungan emosional kepada kakek-nenek,. Seorang perawat dapat menunjukan dukungan denga menyediakan minuman, meskipun tidak diminta, mengajukan pertanyaan terbuka atau melontarkan pertanyaan, seperti “ kadang-kadang sulit menyaksikan anak perempuan sendiri melahirkan”.

Saudara Kandung Bayi Selama Persalinan

Persiapan untuk meenerima seorang anak baru akan membantu proses ikatan batin. Persiapan untuk menghadapi kehamilan dan persalinan ibu dan parsitipasi anak didalamnya dapat membantu anak yang lebih besar menerima pereubahan ini. Anak yang lebih tua menjadi parsitipan aktif yang penting bagi keluarga (bliss, 1980).

Usia dan tingkat perkaembangan anak mempengaruhi respon mereka. Oleh karena itu, persiapan harus memenuhi kebutuhan setiap ana. Anak yang berusia kurang dari dua tahun menunjukan minat kecil terhadap kehamilan dan persalinan. Bagi anak yang lebih tua, pengalaman ini akan mengurangi rasa takut dan konsep yang salah.

Persiapan Melahirkan

Tahap pertama persalinan berakhir dengan dilatasi lengkap serviks. Bagi banyak wanita multipara, persalinan biasanya terjadi dalam beberapa menit setelah dilatasi lengkap, barangkali hanya dengan satu kali mengedan. Wanita multipara biasanya mengedan selam satu sampai dua jam sebelum melahirkan. Apabila wanita mendapatkan anastesia epidural, mengedan dapat berlangsung lebih dari dua jam. Perawat memulai persiapan untuk kelahiran jika seorang wanita multipara telah berdilatasi enam sampai tujuh sentimeter karena perkembangan dilatasi beberapa sentimeter terakhir dapat terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Fakto-faktor yang memepengaruhi proses ini adalah posisi janin ( mis, oksiput posterior ) dan ukuran relative bayi sebelumnya.

Tempat Bersalin

Survey 1991 melaporkan bahwa lebih dari setengah wanita hamil tidak melahirkan dikamar bersalin tradisional (American College Of Obstetricians and Gynecologist, 1993). Perubahan tempat melahirkan yng paling sering aldalah ruang persalinan, melahirkan, pemulihan, pascapatum (LDRP=labor, delivery, recovery, pascapartum), dimana sang wanita terus berada di dalam ruangan yang sama selama dirumah sakit.

EVALUASI

Evaluasi kemajuan dan hasil akhir merupakan aktivasi yang terus dilakukan selama tahap pertama persalinan. Perawat harus dengan teliti mengkaji setiap interaksi dengan calon ibu dan keluarga dan dengan kritis menilai sejauh mana hasil akhir perawatan yang diharapkan daicapai. Hasil berikut menceminkan perwatan yang efektif:

§ Wanita menunjukan kemajuan persalinan yang normal sementara DJJ tetap dalam batas normal tanpa ada tanda-tanda stress janin.

§ Wanita menunjukan rasa puas terhadap bantuan dari pendunkungnya dan staf perawat.

§ Wanita menyatakan keinginanya untuk berparsitipasi dalam perawatannya selam persalinan dan berparsitipasi sebatas kemampuanya selama persalinan.

RENCANA PERAWATAN

Kebutuhan Selama Persalinan Aktif

Riwayat kasus

Paula jones, usia 24th , gravid dua, para 1-0-0-1 dengan gestasi 39 minggu, masuk kebangsal kebidanan. Dari data pengkajian diperoleh data; dilatasi serviks 5cm, penipisan 60% , stasium-2. Kontraksi uterus berlangsung setiap empat sampai lima menit selam 40 sampai 60 detik dengan kekuatan sedang. Tanda2 vital ibu berada dalam batas normal an janin aktif dengan frekuensi denyut jantung 132kali /menit. Paula mengatakan ia merasa cemas tentang persalinanya dan merasa nyeri selama kontraksi.

HASIL YANG DIHARAPKAN IMPLEMENTASI RASIONAL EVALUASI

Diagnosis keperawatan: rasa takut/ansietas yang berhubungan dengan kesejahteraan ibu/janin selama proses pesalinan

Paula akan mengetahui sumber2 ketakutan dan kecemasanya.

Paula akan menyatakan kehawatiranya tentang persalinan dan kelahiran.

Paula akan menyatakan bahwa rasa cemas dan takutnya berkurang

Membina hubungan yang terbuka dan saling percaya denga paula

Menunjukan sikap menerima rasa takut dan kecemasan paula.

Menganjurkan paula untuk membedakan antara ancaman yang actual dan ancaman terhadap kesejahteraan diri dan janinnya, yang hanya berupa bayangan

Pengungkapan ras takut dan kekhawatiran akan membantu paula mengatasinya. Penting untuk mengurangi rasa takut dan cemas karena ini akan menghambat kemajuan persalinan Paula mengatakan bahwa ia takut ditinggal sendiri selam persalianan dan khawatir jika memakai obat pereda nyeri, akan membahayakan janinnya.

Perawat mengetahui rasa takutnya dan menerangkan kepadanya efek pereda nyeri terhadap janin yang kemunkinan terjadinya hal itu. Perawat juga meyakinkan paula bahwaia tidak akan ditinggal sendiri karena ia sedang dalam tahap aktif persalianan.

Paula mengatakan bahwa rasa takutnya berkurang setelah membicarakan dengan perawat.

Diagnose keperawatan: nyeri berhubungan dengan dengan peningkatan frekuensi dan intensitas kontraksi.

Paula akan mengungkapkan nyeri yang dirasakan meningkat Mengkaji komunikasi verbal dan non-verbal paula. Tingkatkan penggunaan teknik pernapasan terfokus.

Menawarkan untuk diurut dan teknik sentuhan terapeutik lain.

Melibatkan ia dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang dipilih untuk meredakan nyeri.

Menjelaskan semua prosedur dalam bahasa yang sederhana

Member pilihan cara pemberian obat yang diprogramkan

Memberi tahu kemajuan persalinannya

Berkurangnya persepsi nyeri meningkatkan kemampuan wanita untuk bertahan dalam persalinan. Teknik pernapasan terfokus akan mengalihkan perhatianya dari rasa nyeri

Meningkatkan semangat dan rasa nyaman

Pengetahuan dapat menjadi dasar pengambilan keputusan

Paula mengatakan merasa lebih baik

Paula mampu menerapkan teknik relaksasi dan tidak meminta obat pereda nyeri

TAHAP KEDUA PERSALINAN

Tahap kedua persalinan adalah tahap dimana janin dilahirkan. Tahap ini dimulai dari dilatasi serviks lengkap ( 10 cm ) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Fase pertama dimulai ketika wanita menuatakan bahwa ia ingin mengedan, biasanya pada puncak kontraksi. Wanita mengeluhkan nyeri, tetapi diantara waktu kontraksi ia tenang dan sesekali memejamkan mata. Pada fase kedua, wanita semakin ingin mengedan dan sering kali mengubah posisi untuk mencari posisi mengedan yang paling nyaman. Usaha mengedan menjadi lebih ritmik. Pada fase ketiga, bagian presentasi sudah berada oada perineum dan usaha mengedan menjadi paling efektif untuk melahirkan. Wanita akan lebih banyak mengungkapkan nyeri yang dirasakan secara verbal dengan menjerit atau memaki dan mungkin bertindak diluar kendali ( Arnold, Roberts, 1991 ).

I. PENGKAJIAN

Tanda objektif yang pasti bahwa tahap kedua persalinan talah dimulai adalah melalui pemeriksaan dalam, yakni pemeriksaan tidak dapat lagi meraba serviks ( Myles, 1989 ). Tanda – tanda lain yang menunjukkan tahap kedua ini adalah :

– Muncul keringat tiba – tiba dibibir atas

– Muntah

– Aliran darah meningkat

– Ekstremitas gementar

– Semakin gelisah

– Usaha mengedan yang involunter

KEMAJUAN TAHAP KEDUA PERSALINAN

KRITERIA

FASE 1

FASE 2

FASE 3

Kontraksi

Kekuatan ( intensitas)

Frekuensi

Penurunan

Stasiun

Show: warna dan jumlah

Usaha mengedan spontan

Vokalisasi

Perilaku ibu

Periode tenang fisiologi untuk semua criteria 2 sampai 3 menit

0 sampai +2

Kecil sampai tidak ada kecuali pada puncak kontraksi terkuat

Tenang

Khawatir tentang kemajuan

Merasa lega setelah melalui masa transisi ketahap kedua

Merasa letih dan mengantuk

Merasa telah menyelesaikan sesuatu dan optimis, bagian tersulit telah selesai

Merasa dapat mengendalikan diri

Sangat kuat sekali 2 sampai 2,5 menit

Meningkat dan reflles ferguson menjadi aktif

+2 sampai +4

Aliran darah merah tua

Meningkat bermakna

Rasa mengedan semakin tidak tertahankan

Suara keras atau menghembuskan nafas dengan bersuara; memberitahu saat kontraksi muncul

Merasa sangat ingin mengedan

Mengubah pola pernapasan, menahan napas 4 sampai 5 detik dengan bernapas secara teratur diantaranya 5 sampai 7 kali setiap kontraksi

Mengeluarkan suara yang keras dan menghembuskan napas dengan bersuara

Seribg mengubah posisi

Luar biasa kuat ekspulsif 1 sampai 2 menit

cepat

+4 sampai lahir kepala janin terlihat pada introitus; aliran darah menyertai keluarnya kepala

Semakin meningkat

Terus bersuara keras dan menghembuskan napas dengan bersuara ; mungkin menjerit atau memaki

Menyatakan bahwa rasa nyeri sangat luar biasa

Menyatakan rasa tidak berdaya

Menunjukkan penurunan kemampuan untuk mendengar dan berkonsentrasi dalam semua hal, kecuali dalam melahirkan

Menggambarkan adanya lingkaran api +

Sering kali menunjukkan kegembiraan luar biasa dengan keluarnya kepala

Tanda – tanda ini sering muncul pada saat serviks berdilatasi lengkap ( Myles, 1989, Scott, dkk 1990 )

DURASI TAHAP KEDUA

Tahap kedua yang berlangsung lebih dari 2 jam pada kehamilan pertama dan 1 ½ jam padakehamilan berikutnya dianggap abnormal dan harus dilapor pada pemberi jasa kesehatan. Factor lain yan harus dipertimbangkan adalah pola denyut jantung janin, penurunan bagian presentasi, kualitas kontraksi uterus,dan ph darah kulit dalam janin (Mahan, Mckay,1984 ). Berdasarkan friedman, batas dan lama tahap kedua persalinan berbeda – beda, tergantung pada paritasny

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan mengarah kepada tindakan keperawatan yang diperlukan. Sebelum menegakkan diagnosis, perawat menganalisa makna pemeriksaan yang dilakukan. Berikut adalah beberapa diagnosa yang keperawatan yang menunjukkan hal – hal yang penting dipewrhatikan pada tahap kedua :

Risiko tinggi cedera pada ibu dan janin yang berhubungan dengan :

– Penggunaan manuver valsava secara kontiniu rendah diri situasional yang berhubungan dengan

– kurang pengetahuan tentang efek normal dan efek menguntungkan bersuara ( vokalisasi ) selama mengedan

– ketidak mampuan untuk bertahan dalam proses melahirkan tanpa obat.

Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan :

– pengarahan persalinan yang berlawanan dengan keinginan fisiologis wanita untuk mengedan

Nyeri yang berhubungan dengan :

– usaha mengedan dan distensi perineum

Ansietas yang berhubungan dengan :

– ketidakmampuan mengendalikan defekasi saat mengedan

Ansietas yang berhubungan dengan deficit pengetahuan dalam hal :

– tidak mengetahui sebab – sebab sensasi pada perineum

Resiko tinggi cedera pada ibu yang berhubungan dengan :

– posisi tungkai ibu pada penompang kaki tidak tepat

Rendah diri situasional pada ayah yang berhubungan dengan :

– ketidakmampuan mendukung ibu dalam tahap persalinan

III. HASIL YANG DIHARAPKAN

Hasil yang diharapkan pada wanita yang berbeda dalam tahap kedua persalinan mencakup :

1 berpartisipasi aktif dalam proses persalinan

2 tidak menglami cedera selama persalinan ( begitu juga dengan janin )

3 memperoleh rasa nyaman dan dukungan dari anggota keluarga

PERAWATAN KOLABORATIF

Perawat menerapkan rencana untuk memantau secara kontiniu peristiwa pada tahap kedua dan mekanisme persalinan, respon fisiologis dan respon emosi ibu pada tahap kedua serta respon janin terhadap stres pada tahap kedua

Apabila ibu dipindahkan kedaerah lain untuk melahirkan, perawat berusaha memindahkannya secara dini untuk menghindari ketergesaan. Kamar bersalin juga harus dipersiapkan untuk melahirkan.

Pertimbangan prenatal

A. suplai , instrument, perlengkapan

Berikut adalah saran untuk menyiapkan persalinan. Peralatan yang tersedia dapat berbeda – beda pada setip fasilitas kesehatan, oleh karena itu perlu melihat prokol petunjuk prosedur dari masing – masing fasilitas kesehatan :

1. alat – alat untuk menyikat : sikat untuk menggosok gigi, sikata kuku, bahan pembersih, dan masker dengan pelidung atau kaca mata pelindung

2. hal – hal berikut telah dilakukan :

– gaun dan sarung tangan steril untuk pemberi jasa kesehatan, selimut dan handuk steril untuk menyelimuti wanita dan instrument bahan steril lain, ( seperi tabung suntik, benang jahit, dan larutan anastetik ) disusun diatas meja steril sehingga dengan mudah dapat digunakan.

– wadah dan air steril untuk mencuci tangan selama proses melahirkan disiapkan untuk digunakan

-bahan untuk membersihkan vulva tersedia ( wadah steril, air steril, larutan pembersih )

– daerah persalinan dihangatkan dan bebas penutup

– bahan untuk mengidentifikasi bayi tersedia

– selimut dan ranjang bayi yang dihangatkan tersedia

3. semua peralatan dan perlengkapan berfungsi dengan baik, meja prsalinan, lampu diatas kepala, dan cermin

4. perlengkapan kedaruratan, anesthesia, laringoskop, dan bahan tersedia dan berfungsi dengan baik jika diperlukan dalam keadaan darurat, seperti mengontrol pendarahan ibu, atau mengontrol distress pernapasan bayi.

5. Bahan tambahan ( anastetik, oksitosik untuk injeksi, dan forsep kebidanan ) tersedia

6. Catatan medis wanita terbaru dan siap dipakai dikamar bersalin

B. Posisi ibu

Wanita mungkin ingin dilakukan posisi seperti jongkok ( Scherer, 1989, Gardosi, Sylvister, Lynch,1989, Andrews, Chrzanowski, 1990, Mckay, Roberts, 1990 ).untuk posisi ini dibutuhkan alas keras dan wanita membutuhkan penyangga samping. Pada ranjang bersalin,tersedia palang untuk membantu wanita untuk berjongkok. Posisi yang lain adalah posisi berbaring miring dengan tungkai atas dihan oleh perawat atau pemimpin persalinan atau diletakkan diatas bantal. Sebagian wanita menyukai posisi fowler ( dapat dilakukan dengan menggunakan bantalpenyangga berbentuk baji atau ditopang oleh ayah / pasangan yang mendukungnya )

C. Ranjang dan kursi bersalin

Ranjang bersalin dapat berubah bentuknya sesuai keinginan ibu. Wanita dapat berjongkok, berlutut, setengah duduk, atau duduk, mengambil posisi yangnyaman untuknya. Dengan demikian, ranjang ini juga memungkinkan posisiyang sangat baiak untuk pemeriksaan, penempatan elektroda, pengambilan sample dari kult kepala janin, dan untuk persalinan.

D. Upaya mengedan

Saat kepala mencapai dasar panggul, kebanyakan wanita akan memiliki keinginan untuk mengedan. Secara otomatis wanita akan mulai mendorong kebawah dengan mengkontraksi otot – otot abdomennya, sementara dasar panggulnya berelaksasi. Usaha mengedan merupakan respon refleks involunter terhadap tekanan bagian presentasipada reseptor regangan otot panggul. Bunyi pengeluaran nafas yang keras mungkin menyertai dorongan ini (Mckay, Roberts, 1990 ).

Untuk memastikan persalinan kepala janin berjalan lambat, perawat menganjurkan wanita untuk mengendaklikan keinginannya untuk mengedan. Kaeinginan untuk mendorong dikendalikan dengan mengarahkan wanita untuk bernapas pendek dan cepat keras atau menghembuskannapas perlahan – lahan malaui bibir sewaktu bayi muncul. Wanita hanya membutuhkan arahan yang sederhana dan jelas dari satu orang pemimpin.

E. Denyut jantung janin

Apabila denyut mulai melambat atau jika variabilitas menurun, harus segera dilakukan tindakan. Wanita dapat diminta untuk berbaring miring untuk mengurangi tekanan vena kava asenden dan aorta desenden pada uterusdan oksigen dapat diberikan dengan masker pada kecepatan 10 sampai 12 L/menit. Seringkali hanya diperlukan hal ini untuk memulihkan denyut jantung janin ke kondisi normal.

F.dukungan ayah / pemimpin

Selama tahap kedua, wanita perlu dukungan dan arahan terus menerus. Karena proses pengarahan dapat secara fisik dan emosional melelhkan ayh atau pemimpin ( Jordan, 1990, Malestic, 1990, Queenan, 1990 ), perawat dapar menawarkan makanan atau minuman atau istirahat. Pendukung yang menemani persalinan dalam ruang bersalin harus mentaati peraturan, seperti mengenakkan gaun atau penuup masker, topi, atau pelindung sepatu. Pasanan biasanya dianjurkan hadir pada saat kelahiran bayi meraka jika ini sesuai dengan kebudayaan.

MELAHIRKAN DIRUANG BERSALIN ATAU RUANG TEMPAT MELAHIRKAN

Seorang wanita yang harus dipindahkan dari ranjang bersalinkemeja tempat melahirkan akan memerlukan bantuan. Apabila hal ini dilakukan diantara waktu kontraksi, ibu dapat membantu, tapi karena ia merasa kikuk, ia tidak diminta untuk bertindak secara cepat. Posisi untuk melahirkan dapat berupa posisi sims, dorsal, atau posisi litotomi. Posisi litotomi adalah posisi yang paling sering dipilih oleh budaya barat. Bokong ditempatkan ditepi meja dan tungkai ditempatkan pada penyangga tungkai. Bantal penyangga harus diperhatikan, angkat dan tempatkan kedua tungkai secara bersamaan, dan atur penyangga agar betis tungkai disangga.

MEKANISME MELAHIRKAN: PRESENTASI VERTEKS

Umumnya, persalinan ditangni oleh ahli kebidanan atau perawat bidan yang memiliki sertifikat. Akan tetapi dalam keadaan tertentu seorang perawat terpaksa harus menolong wanita melahirkan bayinya. Bersama wanita dan pasangan nya perawat menilai tanda – tanda utama persalinan. Sewaktu serviks telah berdilatasi lengkap, terjadilah penurunan kepala. Verteks akan maju pada setiap kontraksi dan sedikit naik keatas saat kontraksi berhenti, penurunan berlangsung konstan dan pada akhir tahap kedua, kepala akan mencapai dasar panggul. Penonjolan perineum terjadi selama tahap penurunan, yaitu pada bagian presentasi janin meregang perineum, tetapi belum masih terlihat pada introitus.

Tiga fase kelahiran spontan pada janin dengan presentasi vertek:

    1. kelahiran kepala

Pertama – tama muncul verteks, diikuti dahi, muka, dagu dan leher. Kecepatan lahirnya kepala harus dikendalikan karena kelahiran kepala yang mendadak dapat menimbulkan robekan hebat sampai ke sfingter ani atau bahkan sampai ke rectum ibu. Pemberi jasa kesehatan mengendalikan kelahiran kepala dengan cara:

o memberi tekanan kearah rectum, menarik kebawah untuk membantu fleksi kepala sewaktu kepala bagian belakang berada dibawah simfisis pubis

o memberi tekanan kearah atas dari arah koksigeus

o membntu ibu mengendalikan volunter usaha mengedan dengan memimpin dengan bernapas cepat dan pendek.

    1. kelahiran bahu

Sebelum dapat dilahirkan, bahu harus masuk kedalam pintu atas panggul. Rotasi internal bahu harus terjadi terlebih dahulu disertai restitusi dan rotasi eksternal kepala, sehingga bahu sekarang berada pada diameter anteroposterior pintu atas panggul. Bahu sekarang dapat melalui rongga panggul. Apabila dilakukan penekanan fundus, seorng perawat yang terampil bekerja sama dengan pemberi jasa untuk melakukan prosedur ini. Penekanan fundus paling sering dilakukan jika terjadi distosia ringan pada bahu ( Klne – kaye, miller slade, 1990 ).

    1. kelahiran tubuh dan anggota gerak

Sewaktu fleksi lateral berlangsung, tangan bawah pemberi jasa kesehatan menahan berat bayi untuk mencegah trauma perineum.. Sedikit rotasi tubuh kearah kanan atau kiri dapat dilakukan untuk membantu kelahiran. Waktu kelahiran yang merupakan waktu tepat ketika seluruh bayi keluar dari tubuh ibu.

SAUDARA KANDUNG BAYI PADA TAHAP KEDUA

Seorang anak kecil dapat merasa takut karena akibat intensitas yang berlangsung pada tahap kedua. Kondisi – kondisi selaput ketuban pecan dan muncul suara, misalnya erangan, jeritan ibu, dapat membuat anak resah. Tidk jarang seorang wanita mengatakan sesuatu pada tahap kedua persalinan, yang sebenarnya tidak ingin ia kataakan. Salah satu alternative kehadiran kakak bayi pad kelahiran adalah adanya seseorang yang dapat dipercaya untuk tetap bersama dengan anak itu diruang tunggu sampai kelahiran selesai.

KELAHIRAN DARURAT

Dalam keadaan dimana segala sesuatu telah dipersiapkan sebaik mungkin, masi ada kemungkinan terjadi keadaan dimana perawat perinatal dibutuhkan untuk membantu kelahiran bayi tanpa bantuan medis.

EVALUASI

Evaluasi hasil akhir yang diharapkan merupakan aktifitas yang terus menerus dilakukan. Setiap kali berttemu wanita dan keluarganya selama tahap kedua persalinan, perawta mengevaluasi sampai dimana hasil akhir yang diharapkan telah tercapai.

TAHAP KETIGA PERSALINAN

Tahap ketiga persalinan berlangsung sejak bayi lahir sampai plasenta lahir. Tujuan penanganan tahap ketiga persalinan adalah pelepasan dan ekspulsi segera plasenta, yang dicapai dengan cara yang paling mudah dan paling aman.

Pelepasan plasenta diindikasikan dengan tanda – tanda berikut :

– fundus yang berkontraksi kuat

– perubahan bentuk uterus dari bentuk cakram menjadi bentuk oval bulat, sewaktu plasenta bergerak kearah segmen bagian bawah

– darah berwarna gelap keluar tiba – tiba dari introitus

– tali pusat bertambah panjang dengan majunya plasenta mendekati introitus

– vagina ( plasenta ) penuh pada pemeriksaan vagina atau retum atau membrane janin terlihat di introitus

TANDA MASALAH POTENSIAL

Meskipun pemberi jasa telah selesai mengeluarkan plasenta, perawat terus memantau tanda – tanda penurunan kesadaran atau perubahan pernapasan. Dengan lepasnya plasenta, ada kemungkinan cairan amnion memasuki sirkulasi ibu jika otot uterus tidak berkontraksi dengan baik dan cepat. Insiden komplikasi ini memang kecil, tetapi perawat yang waspada dapat membantu mengenali komplkasi ini dengan segera serhingga dapat dilakukan penanganan segera.

HUBUNGAN ORANG TUA DAN ANAK

Reaksi ibu saat melihat bayinya baru lahir dapat berupa tertawa, nangis, berbicara, bahkan ada yang apatis. Kadang – kadang reaksi ibu dapat berupa sikap marah atau tidak peduli, ibu membuang muka terhadap bayi, atau mungkin berkonsentrasi pada nyerinya, dan kadang – kadang memberi komentar yang kejam. Reaksi yang berbeda – beda ini dapat timbul karena perasaan senang, kelelahan atau kekecewaan yang mendalam. Apapun reaksinya dan sebab yang menimbulkan nya, ibu perlu tetap diterima, dan didukung oleh staf. Catatan reaksi orang tua terhadap bayi yang baru lahir dapat ditulis dicatatan pemulihan. Bagaimana sikap orang tua, apa yang mereka lakukan, dan apa yang mereka katakan.

GANGGUAN INTEGRITAS KULIT TERKAIT PROSES MELAHIRKAN

EPISIOTOMI

Episiotomi adalah insisi pada perineum untuk memperbesar mulut vagina.

Pendukung tindakan epiostomi menyatakan bahwa tindakan ini mempunyai manfaat sebagai berikut :

– mencegah robekan perineum. Insisi yang bersih dan dilakukan pada posisi yang benar akan lebih cepat sembuh daripada robekan yang teratur.

– Kemungkinan mengurangi regangan otot penyanggakandung kemih atau rectum yang terlalu kuat dan berkepanjangan, yang dikemudian hari menyebabkan inkontinensia urine atau prolaps vagina.

Mengurangi lama tahap kedua yang mungkin penting mengingat keadaan ibu atau keadaan janin

– Memperbesar vagina jika diperlukan manipulasi untuk melahirkan bayi

Aplikasi klinis riseto

Episiotomi medial dan resiko laserasi derajat ketiga dan keempat

Para peneliti telah menemukan bahwa episiotomi medial berkaitan dengan robekan perineum dan rektum. Meskipun telah dilakukan episiotomi mediolateral, robekan rektum masih dapat terjadi.

Para ahli riset menemukan bahwa robekan perineum derajat ketiga dan keempat lebih sering terjadi jika episiotomi dilakukan, berat bayi lebih dari 3500 gr, atau pada persalinan pervaginam pertama. Dalam hal ini, 11% wanita menjalani persalinan pervaginam dengan tindakan dan 15% dilakukan episiotomi .

Jenis episiotomi ditentukan berdasarkan tempat dan arah insisi

  • Episiotomi garis medial

Paling sering dilakukan, episiotomi ini efektif, mudah diperbaiki, dan biasanya nyeri yang timbul lebih ringan.

  • Episiotomi mediolateral

Dilakukan pada persalinan dengan tindakan jika ada kemungkinan terjadi perluasan kea rah posterior.

Laserasi

v Laserasi perineum

Biasanya terjadi sewaktu kepala janin dilahirkan. Luas robekan didefenisikan berdasarkan kedalam robekan :

1. derajat pertama. Robekan mencapai kulit dan jaringan penunjang superficial sampai ke otot.

2. derajat kedua. Robekan mencapai otot-otot perineum

3. derajat ketiga. Robekan berlanjut ke otot sfingter ani

4. derajat ke empat. Robekan sampai mencapai dinding rectum anterior.

v Laserasi vagina

Robekan dinding vagina dapat timbul akibat rotasi forsep, penurunan kepala yang cepat, dan persalinan yang cepat, (wheeler, 1991). Lokasi robekan dan pendarahan yang cepat dan banyak membuat robekan ini sukar dilihat dan diperbaiki.

v Cedera serviks

Laserasi serviks akibat persalinan terjadi pada sudut lateral ostium eksternal, kebanyakan dangkal dan pendarahan minimal.

Persalinan tahap ke empat

Selama 2 jam pertama setelah melahirkan, organ-organ ibu mengalami penyesuaian awal terhadap keadaan tidak hamil dan system tubuh mulaimenjadi stabil. Selama beberapa jam bayi yang baru lahir terus menjalani transisi dari keadaan intrauterine ke ektrauterin. Keterampilan perawat dapat memberi makna yang besar selama tahap keempat.

Penatalaksaan perawatan

Pengkajian.

Hal yang paling penting adalah keadaan yang dapat menjadi predisposisi pendarahan pada ibu ( seperti persalinan yang cepat, bayi yang besar, grande multipara atau persalinan dengan induksi ), yang merupakan bahaya yang mungkin terjadi pada persalinan tahap keempat. Selama jam pertama dalam ruang pemulihan, perlu dilakukan pemeriksaan fisik dengan sering. Semua factor, kecuali suhu tubuh, diperiksa setiap 15 menit selama 1 jam. Lingkup dan tujuan pemeriksaan, metode pengkajian, dan temuan dalam batas normal dibahas dengan singkat.

Tanda masalah potensial

Karena pendarahan merupakan komplikasi potensial yang signifikan, hal ini dibahas dengan mendalam. Perawat harus selalu siaga terhadap kemungkinan komplikasi yang mencakup keadaan hipertensi, infeksi, gangguan endokrin, gangguan psikososial, dan kehilangan serta kedukaan.

Diagnosa keperawatan

1. resiko tinggi defisit volume cairan ( pendarahan ) yang berhubungan dengan atoni uterus setelah melahirkan.

2. retensi urine yang berhubungan dengan efek persalinan / melahirkan pada sensasi saluran kemih.

3. nyeri yang berhubungan dengan luka akibat proses kelahiran bayi

4. resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan ambulasi dini

5. resiko tinggi perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan nyeri atau keletihan pascapartum atau kekecewaan terhadap jenis kelamin atau penampilan bayi yang baru lahir.

6. perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan bertambahnya anggota keluarga baru.

7. menyusui bayi yang tidak efektif yang berhubungan dengan kurangnya pengalaman

Hasil akhir yang di harapkan

hasil akhir yang diharapkan dalam persalinan tahap keempat dapat mencakup :

ü wanita akan memerlukan tidak lebih dari satu pembalut setiap jam

ü wanita akan berkemih dengan spontan dengan jumlah lebih dari 300 ml dalam waktu 6-8 jam setelah melahirkan

ü wanita akan mengutarakan penerimaan terhadap proses persalinan setelah mengungkapkan kekhawatirannya

ü wanita akan menunjukan perilaku ikatan batin dengan bayi

ü wanita akan mengatakan bahwa ia tidak merasa nyeri setelah dilakukan tindakan untuk meredakan nyeri

Perawatan kolaboratif

selama tahap keempat persalinan, perawat harus mengatur perawatan agar mencakup observasi tanda-tanda vital, usaha untuk meredakan nyeri, penyuluhan kepada ibu, dan perawatan bayi.

Selama tahap keempat persalinan, perawat memaafkan setiap kesempatan untuk mengajar ibu baru. Tanpa memandang jumlah paritas, ibu baru tetap dapat menperoleh manfaat dari penjelasan mengenai berbagai tindakan perawatan selama periode pascapartum. Penyuluhan dikaitkan dengan tujuan, pengkajian, temuan pengkajian, tindakan keperawatan, dan evaluasi perawatan.

Mencegah pendarahan

pendarahan pascapartum dianggap terjadi jika kehilangan darah mencapai 500 ml atau lebih dalam 24 jam pertama setelah melahirkan. Suhu, denyut nadi, dan tekanan ibu diperiksa dan dicatat dan harus berada dalam batas-batas normal. Setelah persalinan yang sulit, tekanan darah sistolik kurang dari 110 mmHg disertai frekuensi nadi lebih dari 100 denyut / menit biasanya disebabkan oleh pendarahan atau syok.

Uterus harus dipalpasi dengan sering untuk memastikan uterus tidak berisi darah. Pembalut harus sering diperiksa untuk memastikan darah yang keluar tidak berlebihan. Uterus yang relaksasi akan mengembang akibat adanya darah dan bekuan darah, sehingga pembuluh darah pada sisi plasenta tidak terjepit dan ini mengakibatkan terjadinya pendarahan. Uterus menjadi tidak berfungsi sebagai “jahitan yang hidup “, yang membantu terjadinya kontraksi uterus.

Dengan habisnya efek oksitosik setelah melahirkan, jumlah lokia akan bertambah karena miometrium sedikit banyak berelaksasi. Perawat harus selalu memeriksa daerah di bawah bokong ibu, demikian pula pembalutnya. Darah dapat mengalir di antara bokong menuju kain di bawah bokong ibu sementara jumlah yang diserap pembalut sedikit.

Sumber potensial lain perdarahan adalah terbentuknya hematoma di bawah mukosa vagina atau pada jaringan ikat vulva. Ini dapat terjadi akibat cedera pembuluh darah selama persalinan atau sewaktu memperbaikan robekan / episiotomi. Perdarahan dapat berlangsung lambat, tetapi terus – menerus karena darah merembes dari pembuluh darah dan meregang jaringan di sekitarnya.

Hematoma vulva dapat lihat dengan bertambahnya pembengkakan. Biasanya hematoma terjadi uniteral dan warnanya menjadi keunguan. Hematoma vagina biasanya hanya di temukan melalui pemeriksaan manual. Perawatan setelah prosedur inimencakup pemantauan seksama daerah perineum dan kehilangan darah, upaya mempertahankan cairan intravena, pemantauan tanda-tanda vital dan hasil laboratorium, upaya mempersiapkan kemungkinan perlunya transfusi, dan memberi antibiotik yang di resepkan sebagai upaya mencegah infeksi.

Apabila perdarahan tampak sebagai tetesan yang terus- menerus atau terlihat memancar, perlu di curigai adanya laserasi vagina dan serviks atau adanya pembuluh darah yang tidak di ikat pada episiotomi dan kemungkinan besar perlu dilakukan tindakan bedah untuk memperbaikannya.

Syok hipovolemik

akibat perdarahan dapat terjadi pada tahap keempat persalinan normal. Identifikasi, diagnosis, dan intervensi yang segera biasanya dapat dengan cepat memulihkan tekanan darah, nadi, dan tanda-tanda lain. Pemulihan terjadi jika terdapat volume darah sirkulasi yang memadai untuk tubuh mengompesasi kehilangan darah atau jika diberikan infus intravena.

Tindakan seperti pijatan uterus dan pemberian oksitosin IV dilakukan untuk mencegah kehilangan darah lebih lanjut. Perawat kemudian mencatat semua intervensi perawatan dan medis yang telah dikerjakan dan hasilnya ( luegenbiehl, 1991 ). Kotak kedaruratan membuat referensi cepat tentang tanda dan gejala bahaya serta intervensi untuk syok hipovolemik.

Mencegah distensi dan kandung kemih

Palpasi untuk menentukan jumlah distensi ( peregangan ) kandung kemih. Harus dilakukan sewaktu melakukan palpasi fundus. Kandung kemih yang penuh akan menekan uterus ke atas dan ke sebelah kanan garis tengah. Posisi ini akan menyebabkan uterus berelaksasi. Akibatnya, terjadi perdarahan . distensi kandung kemih dapat terjadi pada atoni dinding kandung kemih. Atoni menyebabkan retensi urine, yang menciptakan lingkungan yang baik untuk infeksi.

Menjaga keamanan

Ibu dibiarkan beristirahat dengan nyaman di tempat tidur. Wanita yang baru saja melahirkan perlu terus berada di tempat tidur untuk waktu tertentu agar system tubuhnya dapat beradaptasi kembali terhadap perubahan volume cairan. Perawat yang merawat wanita akan memutuskan kapan waktu yang tepat untuk ambulasi awal.

Tekanan intraabdomen yang cepat menurun setelah melahirkan mengakibatkan dilatasi pembuluh darah yang menyuplai usus, yang di kenal sebagai pembekakan sflangnik, yang menyebabkan darah terkumpul di visira. Hal ini berperan dalam terjadinya hipotensi ortostatik yang cendrung terjadi jika wanita yang baru saja melahirkan mengambil posisi berdiri ; akibatnya ia akan mengalami pingsan atau kepalanya terasa ringan. Wanita yang menerima anestesia konduksi ( blok epidural ) tetap berada di tempat tidur sampai ia mampu bergerak sepenuhnya dan sensasi di tungkai nya pulih kembali dan tekanan darah serta nadinya berada dalam batas normal. Wanita yang menerima analgesia perlu di awasi sampai ia pulih sepenuhnya dari pengobatan ( yaitu, tanda-tanda vital stabil dalam batas normal, dan ia sadar sepenuhnya ).

Mempertahankan kenyamanan.

Perawat dapat memberi rasa nyaman kepada wanita dengan melakukan hal-hal berikut :

a) menjelaskan fisiologi normal nyeri setelah melahirkan

b) menolong ibu mempertahankan kandung kemihnya kosong

c) menempatkan selimut hangat di atas perut ibu

d) memberi analgesik yang di instruksikan oleh petugas jasa kesehatan

e) anjurkan latihan relaksasi dan pernafasan.

Menjaga kebersihan

Perawatan perineum akan menambah kenyamanan dan keamanan ibu ( pencegahan infeksi ). Pembalut perineum yang bersih ditempatkan pada tempatnya, bokong dikeringkan, dan pakaian yang basah diangkat sehingga wanita akan merasa hangat dan nyaman. Perawat harus mengenakan sarung tangan bersih sebelum menyentuh pakaian ibu, pembalut perineum yang kotor atau daerah perineum. Wanita dianjurkan mengganti pembalutnya setiap kali ke kamar mandi.

Mempertahankan keseimbangan cairan dan nutrisi.

Pembatasan asupan makanan dan cairan serta kehilangan cairan ( darah, keringat, atau muntah ) selama persalinan dapat membuat wanita tiba-tiba ingin segera makan dan minum setelah melahirkan. Apabila wanita menerima jenis anestesi lain ahli anestesi akan menentukan kapan efek anestesi akan hilang dan ia boleh mulai minum. Perdarahan yang banyak dapat menjadi tanda serpihan plasenta tertinggal, yang membutuhkan anestesi umum untuk membuang serpihan plasenta dan menghentikan perdarahan. Jadi, biasanya wanita dengan perdarahan banyak di puasakan sampai perdarahannya terkendali. Jalur IV tetap dibiarkan, dan cairan diganti dengan cairan yang mengandung dekstros untuk menyuplai kalori sampai wanita dapat makan melalui mulut. Perawat memantauan jalur IV dan mencatat jenis, jumlah, dan toleransi masukan cairan melalui mulut pada catatan.

Mendukung kebutuhan psikososial orang tua.

Keadaannya psikososial ibu yang baru dapat berkisar dari euforia dan sejahtera sampai rasa mengantuk yang di tandai dengan tidak menyadari apa yang terjadi di lingkungannya. Seperti telah di utarakan sebelumnya, reaksi-reaksi pertama ibu dan ayah yang baru terhadap anak mereka yang baru lahir sangat bervariasi. Reaksi- reaksi ini akan menjadi petunjuk bagi tim perinatal dalam membuat rencana perawatan untuk setiap induvidu.

Askep Gasteroenteritis


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GASTEROENTERITIS

PENGERTIAN.
Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).
Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).
Gastroenteritis adalah kondisis dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ).
Dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Gstroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekwensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.

PATOFISIOLOGI.
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis biasanya melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan multilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.

GEJALA KLINIS.
a.Diare.
b.Muntah.
c.Demam.
d.Nyeri Abdomen
e.Membran mukosa mulut dan bibir kering
f.Fontanel Cekung
g.Kehilangan berat badan
h.Tidak nafsu makan
i.Lemah

KOMPLIKASI
a.Dehidrasi
b.Renjatan hipovolemik
c.Kejang
d.Bakterimia
e.Mal nutrisi
f.Hipoglikemia
g.Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
b.Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
c.Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 – 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.

PENATALAKSANAAN MEDIS
a.Pemberian cairan.
b.Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
1.Memberikan asi.
2.Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
c.Obat-obatan.

Keterangan :
a. Pemberian cairan,pada klien Diare dengasn memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum.
1.cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang,cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na,Hco,Kal dan Glukosa,untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan,atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/I dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.
2.Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi,yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
2.1.Dehidrasi ringan.
2.1.1. 1 jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari
2.1.2. Kemudian 125 ml / Kg BB / oral
2.2. Dehidrasi sedang.
2.2.1. 1 jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral
2.2.2. kemudian 125 ml / kg BB / hari.
2.3. Dehidrasi berat.
2.3.1. Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg
• 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set 1 ml = 15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit.
• 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).
• 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau minum,teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
2.3.2. Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg.
1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit (§ infus set 1 ml = 15 tetes ) atau 10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ).
7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau§ minum dapat diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
2.3.3. Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg.
1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).§
16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.§
2.4. Diatetik ( pemberian makanan ).
Terafi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada penderita dengan tujuan meringankan,menyembuhkan serta menjaga kesehatan penderita.
Hal – hal yang perlu diperhatikan :
2.4.1. Memberikan Asi.
2.4.2. Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup kalori,protein,mineral dan vitamin,makanan harus bersih.
2.5. Obat-obatan.
2.5.1. Obat anti sekresi.
2.5.2. Obat anti spasmolitik.
2.5.3. Obat antibiotik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium.
1.1. Pemeriksaan tinja.
1.2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup,bila memungkinkan.
1.3. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.
2. pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

TUMBUH KEMBANG ANAK
Berdasarkan pengertian yang didapat,penulis menguraikan tentang pengertian dari pertumbuhan adalah berkaitan dengan masa pertumbuhan dalam besar, jumlah, ukuran atau dengan dimensi tentang sel organ individu, sedangkan perkembangan adalah menitik beratkan pada aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ individu termasuk perubahan aspek dan emosional.
Anak adalah merupakan makhluk yang unik dan utuh, bukan merupakan orang dewasa kecil, atau kekayaan orang tua yang nilainya dapat dihitung secara ekonomi.
Tujuan keperawatan anak adalah meningkatkan maturasi yang sehat bagi anak, baik secara fisik, intelektual dan emosional secara sosial dan konteks keluarga dan masyarakat.
Tumbuh kembang pada bayi usia 6 bulan.
d. Motorik halus.
1. Mulai belajar meraih benda-benda yang ada didalam jangkauan ataupun diluar.
2. Menangkap objek atau benda-benda dan menjatuhkannya
3. Memasukkan benda kedalam mulutnya.
4. Memegang kaki dan mendorong ke arah mulutnya.
5. Mencengkram dengan seluruh telapak tangan.
e. Motorik kasar.
1. Mengangkat kepala dan dada sambil bertopang tangan.
2. Dapat tengkurap dan berbalik sendiri.
3. Dapat merangkak mendekati benda atau seseorang.
f. Kognitif.
1. Berusaha memperluas lapangan.
2. Tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain.
3. Mulai mencari benda-benda yang hilang.
g. Bahasa.
Mengeluarkan suara ma, pa, ba walaupun kita berasumsi ia sudah dapat memanggil kita, tetapi sebenarnya ia sama sekali belum mengerti.

DAMPAK HOSPITALISASI TERHADAP ANAK.
a. Separation ansiety
b. Tergantung pada orang tua
c. Stress bila berpisah dengan orang yang berarti
d. Tahap putus asa : berhenti menangis, kurang aktif, tidak mau makan, main,
menarik diri, sedih, kesepian dan apatis
e. Tahap menolak : Samar-samar seperti menerima perpisahan, menerima hubungan
dengan orang lain dan menyukai lingkungan

PENGKAJIAN.
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data,analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,observasi,psikal assessment. Kaji data menurut Cyndi Smith Greenberg,1992 adalah :
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
2.1. Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.
2.2. Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung,tonus dan turgor kulit berkurang,selaput lendir mulut dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita,riwayat pemberian imunisasi.
4. Riwayat psikososial keluarga.
Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga,kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak,setelah menyadari penyakit anaknya,mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
5. Kebutuhan dasar.
5.1. Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari,BAK sedikit atau jarang.
5.2. Pola nutrisi : diawali dengan mual,muntah,anopreksia,menyebabkan penurunan berat badan pasien.
5.3. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
5.4. Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.
5.5. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.
6. Pemerikasaan fisik.
6.1. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah,kesadran composmentis sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat.
6.2. Pemeriksaan sistematik :
6.2.1. Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput lendir,mulut dan bibir kering,berat badan menurun,anus kemerahan.
6.2.2. Perkusi : adanya distensi abdomen.
6.2.3. Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
6.2.4. Auskultasi : terdengarnya bising usus.
6.3. Pemeriksaan tinglkat tumbuh kembang.
Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun.
6.4. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tinja,darah lengkap dan doodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.

DIAGNOSA KEPERWATAN.
1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekwensi BAB yang berlebihan.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,prognosis dan pengobatan.
6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,prosedur yang menakutkan.


INTERVENSI

Diagnosa 1.
Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
Tujuan .
Devisit cairan dan elektrolit teratasi
Kriteria hasil
Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan seimbang
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Ukur infut dan output cairan (balanc ccairan). Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi cairan, pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.

Diagnosa 2.
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.
Tujuan
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil
Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual,muntah tidak ada.
Intervensi
Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji factor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemerikasaan fisik abdomen (palpasi,perkusi,dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.

Diagnosa 3.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekwensi BAB yang berlebihan.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil :
Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada
Intervensi :
Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong perlahan sabun non alcohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi antipungi sesuai indikasi.

Diagnosa 4.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
Tujuan :
Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil :
Nyeri dapat berkurang / hiilang, ekspresi wajah tenang
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada daerah abdoment. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi analgetik sesuai indikasi.

Diagnosa 5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,prognosis dan pengobatan.
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil :
Keluarga klien mengeri dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.
Intervensi :
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui penkes. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.

Diagnosa 6.
Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,prosedur yang menakutkan.
Tujuan :
Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan
Intervensi :
Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas. Buat jadwal kontak dengan klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga unrtuk selalu mendampingi klien.

EVALUASI.
1.Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2.Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhantubuh.
3.Integritas kulit kembali noprmal.
4.Rasa nyaman terpenuhi.
5.Pengetahuan kelurga meningkat.
6.Cemas pada klien teratasi.

Askep pada anak dgn Hirsprung


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIRSPRUNG

Pengertian

Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz, Cecily & Sowden : 2000 ). Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan  3 Kg, lebih banyak laki –£terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir  laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ).

Etiologi

Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

Patofisiologi

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.

Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).

Manifestasi Klinis

Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).

Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).

1. Anak – anak

a. Konstipasi
b. Tinja seperti pita dan berbau busuk
c. Distenssi abdomen
d. Adanya masa difecal dapat dipalpasi
e. Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 ).

Komplikasi
a. Obstruksi usus
b. Konstipasi
c. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
d. Entrokolitis
e. Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197)

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan :
a Daerah transisi
b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
c Entrokolitis padasegmen yang melebar
d Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam ( Darmawan K, 2004 : 17 )
2. Biopsi isap
Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 )
3. Biopsi otot rektum
Yaitu pengambilan lapisan otot rektum
4. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 )
5. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus
( Betz, cecily & Sowden, 2002 : 197 )
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan

Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama ( Betz Cecily & Sowden 2002 : 98 )
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah ( Darmawan K 2004 : 37 )
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini
b Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI, 2000 : 1135 )
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total ( NPT )

Konsep Tumbuh Kembang Anak
Konsep tumbuh kembang anak difokuskan pada usia todler yakni 1 – 3 tahun bisa juga dimasukkan dalam tahapan pre operasional yakni umur 2 – 7 tahun. Menurut Yupi. S ( 2004 ) berdasarkan teori peaget bahwa masa ini merupakan gambaran kongnitif internal anak tentang dunia luar dengan berbagai kompleksitasnya yang tumbuh secara bertahap merupakan suatu masa dimana pikiran agak terbatas. Anak mampu menggunakan simbul melalui kata – kata, mengingat sekarang dan akan datang. Anak mampu membedakan dirinya sendiri dengan objek dalam dunia sekelilingnya baik bahasa maupun pikiranya bercirikan egesenterisme, ia tidak mahu menguasai ide persamaan terutama berkaitan dengan masalah–masalah secara logis, tetapi dalam situasi bermain bebas ia cenderung untuk memperlihatkan perilaku logis dan berakal sehat pada tahap ini akan mulai mengenal tubuhnya
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang dapat diukur dengan ukuran berat ( gram, pounnd, kilogram ). Ukuran panjang ( cm, meter ). Umur tulang dan keseimbangan metabolik ( retensi kalium dan nitrogen tubuh ). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi yang lebih komplek dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan ( Soetjiningsih, 1998: 1 ).
Pada pertumbuhan fisik dapat dinilai pertambahan berat badan sebanyak 2,2 Kg/ tahun dan tinggi badan akan bertambah kira – kira 7,5 cm/ tahun. Proporsi tumbuh berubah yaitu lengan dan kaki tumbuh lebih cepat dari pada kepala dan badan lorosis lumbal pada medulla spinalis kurang terlihat dan tungkai mempunyai tampilan yang bengkok. Lingkar kepala meningkat 2,5 cm/ tahun dan fontanella anterior menutup pada usia 15 bulan. Gigi molar pertama dan molar kedua serta gigi taring mulai muncul ( Betz & Sowden, 2002: 546 ).

1. Strategi Pengurangan Dampak Hospitalisasi Pada Usia Todler
Pada usia todler anak cenderung egosentris maka dalam menjelaskan prosedur dalam hubungan dengan cara apa yang akan anak lihat, dengar, bau, raba dan rasakan. Katakan pada anak tidak apa- apa menangis atau gunakan ekspresi verbal untuk mengatakan tidak nyaman.
Pada usia ini juga mengalami keterbatasan kemampuan berkomunikasi lebih sering menggunakan perilaku atau sikap. Sedikit pendekatan yang sederhana menggunkan contoh peralatan yang kecil ( ijinkan anak untuk memegang peralatan ) menggunakan permainan.
Pada usia ini menjadikan hubungan yang sulit antara anak dengan perawat diperlukan orang tua pada keadaan ini, apapun cara yang dilakukan anaka harus merupakan pertimbangan pertama. Ibu harus didorong untuk tinggal atau paling sedikit mengunjungi anaknya sesering mungkin ( Yupi, S 2004).

2. Fokus Intervensi
a. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon mengevakuasi feces ( Wong, Donna, 2004 : 508 )
Tujuan :
1. anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi secara normal dan bisa dilakukan
Kriteria Hasil
1. Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adapatasi
2. Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik
Intervensi :
1. Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 %
2. Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali
3. Observasi pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi, jumlah
4. Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses
5. Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan

b. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran pencernaan mual dan muntah
Tujuan :
1. Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
Kriteria Hasil
1. Berat badan pasien sesuai dengan umurnya
2. Turgor kulit pasien lembab
3. Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan
Intervensi
1. Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
2. Ukur berat badan anak tiap hari
3. Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan parenteral ) untuk mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa mual dan muntah

c. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang (Betz, Cecily & Sowden 2002:197)
Tujuan :
1. Status hidrasi pasien dapat mencukupi kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil
1. Turgor kulit lembab.
2. Keseimbangan cairan.
Intervensi
1. Berikan asupan cairan yang adekuat pada pasien
2. Pantau tanda – tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake – output
3. Observasi adanay peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit cairan tubuh dengan segera
d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya. (Whaley & Wong, 2004 ).
Tujuan : pengetahuan pasien tentang penyakitnyaa menjadi lebih adekuat
Kriteria hasil :
1. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnyaa, perawatan dan obat – obatan. Bagi penderita Mega Colon meningkat daan pasien atau keluarga mampu menceritakanya kembali
Intervensi
1. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal – hal yang ingn diketahui sehubunagndengan penyaakit yang dialami pasien
2. Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon
3. Kaji latar belakang keluarga
4. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat – obatan pada keluarga pasien
5. Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien.

Askep pada anak dgn Bronchopneumoni


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN BRONCHOPNEUMONI

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).

Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).

Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.

2. Etiologi

Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis.

Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.

Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.

Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.

3. Patofisiologi

Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.

Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan pada skema proses.

4. Manifestasi klinis

Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas. Penyakit ini umumnya timbul mendadak, suhu meningkat 39-40O C disertai menggigil, napas sesak dan cepat, batuk-batuk yang non produktif “napas bunyi” pemeriksaan paru saat perkusi redup, saat auskultasi suara napas ronchi basah yang halus dan nyaring.

Batuk pilek yang mungkin berat sampai terjadi insufisiensi pernapasan dimulai dengan infeksi saluran bagian atas, penderita batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia dan kesulitan menelan.

5. Pemeriksaan penunjang

1. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar.

2. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 – 40.000 / m dengan pergeseran LED meninggi.

3. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.

6. Penatalaksanaan

Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg sehari atau Tetrasiklin 3 – 4 mg sehari.

Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat penyembuhan terutama pada kasus yang berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan simtomatik seperti :

    1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah.
    2. Simptomatik terhadap batuk.
    3. Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif
    4. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator.
    5. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang mempunyai spektrum sempit.

7. Komplikasi

Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :

a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.

b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.

c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.

d. Infeksi sitemik

e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.

f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

8. Tumbuh kembang anak usia 6 – 12 tahun

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan ciri sex sekundernya.

Perkembangan menitikberatkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.

a. Motorik kasar

1. Loncat tali

2. Badminton

3. Memukul

4. Motorik kasar dibawah kendali kognitif dan secara bertahap meningkatkan irama dan kehalusan.

b. Motorik halus

1. Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan

2. Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.

c. Kognitif

1. Dapat berfokus pada lebih dari satu asfek dan situasi

2. Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah

3. Dapat membalikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal

4. Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang

d. Bahasa

1. Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak

2. Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan

3. Menggunakan bahasa sebagai alat komuniukasi verbal

4. Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

9. Dampak hospitalisasi

Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.

Penyebab anak stress meliputi ;

1. Psikososial

Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran

2. Fisiologis

Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri

3. Lingkungan asing

Kebiasaan sehari-hari berubah

4. Pemberian obat kimia

Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)

1. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya

2. Dapat mengekpresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri

3. Selalu ingin tahu alasan tindakan

4. Berusaha independen dan produktif

Reaksi orang tua

1. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak

2. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit

B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

1. Pengkajian

a. Riwayat kesehatan

1) Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam.

2) Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah.

3) Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi.

4) Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan

5) Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal, gelisah, sianosis

b. Pemeriksaan fisik

1) Demam, takipnea, sianosis, pernapasan cuping hidung

2) Auskultasi paru ronchi basah

3) Laboratorium leukositosis, LED meningkat atau normal

4) Rontgent dada abnormal (bercak, konsolidasi yang tersebar pada kedua paru)

c. Factor fsikologis / perkembangan memahami tindakan

1) Usia tingkat perkembangan

2) Toleransi / kemampuan memahami tindakan

3) Koping

4) Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua

5) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya

d. Pengetahuan keluarga / orang tua

1) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran pernapasan

2) Pengalaman keluarga tentang penyakit saluran pernafasan

3) Kesiapan / kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya

2. Diagnosa keperawatan

1) Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.

2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli.

3) Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.

4) Resti pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.

5) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi

6) Kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan klien berhubungan dengan kurangnya informasi.

7) Cemas anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi

3. Intervensi

Diagnosa 1

Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif.

KH : sekret dapat keluar.

Rencana tindakan :

1. Monitor status respirasi setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan pernapasan dan bunyi napas abnormal.

2. Lakukan suction sesuai indikasi.

3. Beri terapi oksigen setiap 6 jam

4. Ciptakan lingkungan / nyaman sehingga pasien dapat tidur dengan tenang

5. Beri posisi yang nyaman bagi pasien

6. Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernapasan

7. Lakukan perkusi dada

8. Sediakan sputum untuk kultur / test sensitifitas

Diagnosa 2

Tujuan : pertujaran gas kembali normal.

KH : Klien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran gas secara optimal dan oksigenisasi jaringan secara adekuat

Rencana tindakan :

1. Observasi tingkat kesadaran, status pernafasan, tanda-tanda cianosis

2. Beri posisi fowler sesuai program / semi fowler

3. Beri oksigen sesuai program

4. Monitor AGD

5. Ciprtakan lingkungan yang nyaman

6. Cegah terjadinya kelelahan

Diagnosa 3.

Tujuan : Klien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal

KH : Tanda dehidrasi tidak ada.

Rencana tindakan :

1. Catat intake dan output cairan (balanc cairan)

2. Anjurkan ibu untuk tetap memberikan cairan peroral

3. Monitor keseimbangan cairan , membran mukosa, turgor kulit, nadi cepat, kesadaran menurun, tanda-tanda vital.

4. Pertahankan keakuratan tetesan infus

5. Observasi tanda-tanda vital (nadi, suhu, respirasi)

Diagnosa 4.

Tujuan : Kebuituhan nutrisi terpenuhi.

KH : Klien dapat mempertahankan/meningkatkan pemasukan nutrisi..

Rencana tindakan :

1. Kaji status nutrisi klien

2. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen klien (auskultasi, perkusi, palpasi, dan inspeksi)

3. Timbang BB klien setiap hari.

4. Kaji adanya mual dan muntah

5. Berikan diet sedikit tapi sering

6. Berikan makanan dalam keadaan hangat

7. kolaborasi dengan tim gizi

Diagnosa 5

Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.

KH : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses infeksi hilang

Rencana tindakan :

1. Observasi tanda-tanda vital

2. Berikandan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air pada daerah dahi dan ketiak

3. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan

4. Berikan minum per oral

5. Ganti pakaian yang basah oleh keringat

6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penurun panas.

Diagnosa 6

Tujuan : Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan

KH : Orang tua klien mengerti tentang penyakit anaknya.

Rencana tindakan :

1. Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya

2. Kaji tingkat pendidikan orang tua klien

3. Bantu orang tua klien untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan dirumah sakit seperti : diet, istirahat dan aktivitas yang sesuai

4. Tekankan perlunya melindungi anak.

5. Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan, pencegahan dan komplikasi dengan memberikan penkes.

6. Beri kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal yang belum dimengertinya

Diagnosa 7

Tujuan : Cemas anak hilang

KH : Klien dapat tenang, cemas hilang, rasa nyaman terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan

Rencana tindakan :

1. Kaji tingkat kecemasan klien

2. Dorong ibu / keluarga klien mensufort anaknya dengan cara ibu selalu didekat klien.

3. Fasilitasi rasa nyaman dengan cara ibu berperan serta merawat anaknya

4. Lakukan kunjungan, kontak dengan klien

5. Anjurkan keluarga yang lain mengunjungi klien

6. Berikan mainan sesuai kesukaan klien dirumah

4. Evaluasi

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Brochopneumonia dalah :

a. Pertukaran gas normal.

b. Bersihan jalan napas kembali efektif

c. Intake dan output seimbang

d. Intake nutrisi adekuat

e. Suhu tubuh dalam batas normal

f. Pengetahuan keluarga meningkat

g. Cemas teratasi

Sumber Dari :

http://hanikamioji.wordpress.com/

Askep pada anak dgn DHF


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DHF

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ).

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman , 1990).

DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Seoparman, 1996).

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.

2. Etiologi

a. Virus dengue sejenis arbovirus.

b. Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC.

Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3 merupakan serotif yang paling banyak.

3. Patofisiologi

Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.

Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.

Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah , menurunnya volume plasma , terjadinya hipotensi , trombositopenia dan diathesis hemorrhagic , renjatan terjadi secara akut.

Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian.

4. Tanda dan gejala

a. Demam tinggi selama 5 – 7 hari

b. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.

c. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.

d. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.

e. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.

f. Sakit kepala.

g. Pembengkakan sekitar mata.

h. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.

i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).

5. Komplikasi

Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :

a. Perdarahan luas.

b. Shock atau renjatan.

c. Effuse pleura

d. Penurunan kesadaran.

6. Klasifikasi

a. Derajat I :

Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi.

b. Derajat II :

Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.

c. Derajat III :

Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.

d. Derajat IV :

Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.

7. Pemeriksaan penunjang

a. Darah

1) Trombosit menurun.

2) HB meningkat lebih 20 %

3) HT meningkat lebih 20 %

4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3

5) Protein darah rendah

6) Ureum PH bisa meningkat

7) NA dan CL rendah

b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).

1) Rontgen thorax : Efusi pleura.

2) Uji test tourniket (+)

8. Penatalaksanaan

a. Tirah baring

b. Pemberian makanan lunak .

c. Pemberian cairan melalui infus.

Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan intra vena yang paling sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter.

d. Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik,

e. Anti konvulsi jika terjadi kejang

f. Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).

g. Monitor adanya tanda-tanda renjatan

h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut

i. Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari.

9. Tumbuh kembang pada anak usia 6-12 tahun

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex sekundernya.

Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.

a. Motorik kasar

1) Loncat tali

2) Badminton

3) Memukul

4) Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan kehalusan.

b. Motorik halus

1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan

2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.

c. Kognitif

1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi

2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah

3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal

4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang

d. Bahasa

1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak

2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan

3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal

4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

10. Dampak hospitalisasi

Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.

Penyebab anak stress meliputi ;

a. Psikososial

Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran

b. Fisiologis

Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri

c. Lingkungan asing

Kebiasaan sehari-hari berubah

d. Pemberian obat kimia

Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)

e. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya

f. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri

g. Selalu ingin tahu alasan tindakan

h. Berusaha independen dan produktif

Reaksi orang tua

a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak

b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit.

B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan . pengkajian pada pasien dengan “DHF” dapat dilakukan dengan teknik wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan fisik. Adapun tahapan-tahapannya meliputi :

a. Mengkaji data dasar, kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual pasien dari berbagai sumber (pasien, keluarga, rekam medik dan anggota tim kesehatan lainnya).

b. Mengidentifikasi sumber-sumber yang potensial dan tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien.

c. Kaji riwayat keperawatan.

d. Kaji adanya peningkatan suhu tubuh ,tanda-tanda perdarahan, mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, tanda-tanda syok (denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab terutama pada ekstrimitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran).

2. Diagnosa keperawatan .

Penyusunan diagnosa keperawatan dilakukan setelah data didapatkan, kemudian dikelompokkan dan difokuskan sesuai dengan masalah yang timbul sebagai contoh diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus DHF diantaranya :

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.

b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.

d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi

e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.

f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

3. Intervensi

Perumusan rencana perawatan pada kasus DHF hendaknya mengacu pada masalah diagnosa keperawatan yang dibuat. Perlu diketahui bahwa tindakan yang bisa diberikan menurut tindakan yang bersifat mandiri dan kolaborasi. Untuk itu penulis akan memaparkan prinsip rencana tindakan keperawatan yang sesuai dengan diagnosa keperawatan :

a. Gangguan volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan , muntah dan demam.

Tujuan :

Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi

Kriteria hasil :

Volume cairan tubuh kembali normal

Intervensi :

1) Kaji KU dan kondisi pasien

2) Observasi tanda-tanda vital ( S,N,RR )

3) Observasi tanda-tanda dehidrasi

4) Observasi tetesan infus dan lokasi penusukan jarum infus

5) Balance cairan (input dan out put cairan)

6) Beri pasien dan anjurkan keluarga pasien untuk memberi minum banyak

7) Anjurkan keluarga pasien untuk mengganti pakaian pasien yang basah oleh keringat.

b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.

Tujuan

Hipertermi dapat teratasi

Kriteria hasil

Suhu tubuh kembali normal

Intervensi

1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh

2) Berikan kompres dingin (air biasa) pada daerah dahi dan ketiak

3) Ganti pakaian yang telah basah oleh keringat

4) Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti terbuat dari katun.

5) Anjurkan keluarga untuk memberikan minum banyak kurang lebih 1500 – 2000 cc per hari

6) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi, obat penurun panas.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.

Tujuan

Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi

Kriteria hasil

Intake nutrisi klien meningkat

Intervensi

1) Kaji intake nutrisi klien dan perubahan yang terjadi

2) Timbang berat badan klien tiap hari

3) Berikan klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit tapi sering

4) Beri minum air hangat bila klien mengeluh mual

5) Lakukan pemeriksaan fisik Abdomen (auskultasi, perkusi, dan palpasi).

6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi anti emetik.

7) Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet.

d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi

Tujuan

Pengetahuan keluarga tentang proses penyakit meningkat

Kriteria hasil

Klien mengerti tentang proses penyakit DHF

1) Kaji tingkat pendidikan klien.

2) Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit DHF

3) Jelaskan pada keluarga klien tentang proses penyakit DHF melalui Penkes.

4) beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya yang belum dimengerti atau diketahuinya.

5) Libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien

e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trobositopenia.

Tujuan

Perdarahan tidak terjadi

Kriteria hasil

Trombosit dalam batas normal

Intervensi

1) Kaji adanya perdarahan

2) Observasi tanda-tanda vital (S.N.RR)

3) Antisipasi terjadinya perlukaan / perdarahan.

4) Anjurkan keluarga klien untuk lebih banyak mengistirahatkan klien

5) Monitor hasil darah, Trombosit

6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi ,pemberian cairan intra vena.

f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

Tujuan

Shock hipovolemik dapat teratasi

Kriteria hasil

Volume cairan tubuh kembali normal, kesadaran compos mentis.

Intervensi

1) Observasi tingkat kesadaran klien

2) Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR).

3) Observasi out put dan input cairan (balance cairan)

4) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi

5) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan.

4. Evaluasi.

Evaluasi adalah merupakan salah satu alat untuk mengukur suatu perlakuan atau tindakan keperawatan terhadap pasien. Dimana evaluasi ini meliputi evaluasi formatif / evaluasi proses yang dilihat dari setiap selesai melakukan implementasi yang dibuat setiap hari sedangkan evaluasi sumatif / evaluasi hasil dibuat sesuai dengan tujuan yang dibuat mengacu pada kriteria hasil yang diharapkan.

Evaluasi :

a. Suhu tubuh dalam batas normal.

b. Intake dan out put kembali normal / seimbang.

c. Pemenuhan nutrisi yang adekuat.

d. Perdarahan tidak terjadi / teratasi.

e. Pengetahuan keluarga bertambah.

f. Shock hopovolemik teratasi